Views: 14
Zaman telah berubah dan benar-benar terus berubah. Tak satu pun orang, atau bahkan perusahaan, yang mampu menghentikan perubahan itu. Ibarat air mengalir, ia akan terus mengalir deras tanpa batas. Arahnya jelas, menuju ke mana ia harus melangkah.
Begitu pula dengan dunia pemasaran. Andaikan pasar itu lautan, airnya tampak terhampar luas tanpa ujung. Di situlah ikan-ikan bersaing mencari makan. Di tempat itulah para marketer berlomba menaklukkan konsumen. Dan, saat ini persaingan itu sudah semakin rapat, padat, ketat, sengit. Karena itu, marketer rela melakukan apa saja untuk sekadar merebut secuil pasar yang dimasukinya. Salah satunya dengan menjadi brand follower.
Brand follower dapat didefinisikan sebagai merek pengikut atau imitasi (immitation brand). Di Indonesia, merek semacam ini sungguh berjubel. Jadi, yang harus diingat oleh brand pioneer, keberadaan merek pengikut tersebut tidak bisa diabaikan. Kita meminjam sebentar pendapat Steven P Schnaars dalam buku Managing Immitations Strategies yang menyatakan, “But many who are now first will be last and many for a last will be first. Now that is sage advice for later entrant…”. Artinya, banyak yang pertama menjadi terakhir dan yang terakhir menjadi pertama.
Sebagai marketer, kita bisa memahami ada banyak peluang bagi brand follower menjadi market leader dan market leader tergeser menempati posisi follower. Sebab, biasanya brand follower juga memiliki banyak keunggulan yang dapat mengancam pionir.
Meski demikian, brand pioneer tetap yang berpeluang paling besar menjadi market leader. Beberapa keunggulan pionir antara lain: memiliki konsumen yang loyalitasnya tinggi, posisi yang umumnya sangat mantap di pasar, biasanya dilatari kepemimpinan dalam hal teknologi, serta punya dana lebih besar dan research and development (R&D) yang kuat.
Pionir juga lebih dulu memiliki akses ke perantara (distributor) dan experience effect mereka juga jauh di atas para pendatang yang terlambat masuk ke pasar. Terakhir, mereka sudah menciptakan suatu hambatan yang sangat tinggi bagi pesaing yang masuk belakangan. Jadi, sebetulnya banyak sekali keuntungan yang telah digenggam oleh sang pionir. Itu harus dikelola tanpa henti.
Follower Chance
Melihat sederet keunggulan yang ditenteng merek pionir, tertutupkah kesempatan bagi para later entrants (follower) untuk memenangkan persaingan? Jawabannya, tidak! Betul kata Schnaars, yang pertama bisa jadi terakhir dan sebaliknya.
Alasannya, follower juga menawarkan banyak kelebihan. Pertama, mereka bisa menghindari produk-produk yang tidak potensial. Kedua, apabila produk itu punya risiko, risikonya sudah ditanggung oleh pionir. Ketiga, biaya R&D-nya lebih kecil karena follower masuk belakangan di saat pasar itu sudah terbentuk.
Keempat, mereka punya peluang untuk mendapatkan pangsa pasar dari market leader kalau pasarnya lemah. Kelima, biaya untuk mengedukasi konsumen sangat rendah. Sebab, proses edukasi sebelumnya sudah dilakukan oleh market leader. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa brand follower sebetulnya juga mengusung banyak keunggulan.
Lalu, strategi apa saja yang digunakan follower untuk menyerang market leader?
Umumnya strategi yang digunakan ada tiga, yakni: Cloner, Immitator, dan Adapter. Cloner berarti mengikuti produk, distribusi, iklan yang sama persis seperti pionir. Mereka meniru habis-habisan, hidup bak parasit dari investasi market leader.
Sementara Imitator meniru beberapa hal dari pionir dan mencoba membedakan dalam hal kemasan, iklan, harga, dan sejenisnya. Adapter, mereka mengikuti pionir lalu mengadaptasi serta memperbaiki apa yang menjadi kelemahan pionir itu. Cirinya, mereka selalu melihat apa yang menjadi kelemahan market leader, kemudian mencoba memperbaikinya. Contohnya, Smile Up mengikuti Close Up (Unilever), Mi Sedaap mengikuti Indomie (Indofood), Ale-Ale seperti Frutang, dan lain sebagainya.
Dari perusahaan lain, ada juga permen Kino (Kino Group) mengikuti Kopiko sehingga Kopiko sempat pontang-panting dan kemudian mengubah tagline-nya. Bahkan, minuman energi Kuku Bima Ener-G sukses mengambil alih tampuk pemimpin pasar. Merek follower besutan Sido Muncul ini berhasil melampaui penjualan Extra Joss yang pionir dan menguasai pasar sebelumnya.
Selain itu, strategi utama yang mereka sodorkan biasanya menawarkan harga lebih rendah. Mereka bermain di value marketing. Contoh mudah yang pernah kita lihat adalah hadirnya Star Mild ke pasar. Merek rokok ini berhasil “merampok” market share di kelas mild dengan persentase lumayan besar karena menawarkan harga lebih rendah daripada A Mild, merek yang lebih dulu ada.
Kedua, mereka juga punya kesempatan memperbaiki produk lewat teknologi yang lebih canggih. Ketiga, ini yang paling banyak dilakukan oleh para follower di Tanah Air dan cukup berhasil, yaitu menggunakan market power—seperti yang dilakukan Wings Food terhadap Indofood tadi. Implikasinya ialah iklan dan distribusi menjadi kekuatan utama dalam menghadapi penguasa pasar. Karena pasarnya sudah ada dan besar, dua sisi itu telah terbukti paling efektif untuk meraih pangsa pasar bagi follower.
Nah, sebenarnya masih banyak strategi dan taktik pemasaran yang bisa disiapkan brand follower dalam upaya menyalip merek pionir. Gampangnya, senjata yang mumpuni bagi follower adalah: value leadership, real supperior product, dan full superior marketing effort.
Ingat, perubahan dan persaingan merangkak seiring sejalan. Resesi finansial global sekarang ini juga memicu perubahan dan ketatnya persaingan. Di dalam perubahan dan persaingan itu terdapat kata “menang” dan “kalah”. Oleh karena itu, susunlah strategi dengan tepat dan smart, agar kemenangan ada di tangan merek Anda. Jika follower, jadilah brand follower yang sukses. Bukankah the last will be first?
Klik
disini untuk versi Bahasa Inggris.