Kutukan Sumber Daya Alam: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Mengantisipasinya

Views: 25

Pengertian “kutukan sumberdaya alam”

Kutukan sumberdaya alam atau “ curse of natural resources” merupakan suatu istilah yang menyatakan bahwa negara yang memiliki ketersediaan alam berlimpah cenderung mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dibandingkan dengan negara yang tidak memiliki atau sedikit memiliki sumberdaya alam. Dengan kata lain, ketersediaan sumberdaya alam yang berlimpah di suatu negara tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.

Contoh mengenai hal ini dikemukakan oleh Sachs dan Warner merujuk pada hasil penelitiannya bahwa pada rentang tahun 1970 hingga 1989, negara-negara Teluk seperti Kuwait dan Uni Emirat Arab memperoleh penerimaan terbanyak dari ekspor minyak bumi, bahkan lebih dari 60% dari total GDP negara tersebut berasal dari ekspor minyak. Namun pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita rakyatnya justru sangat kecil. Ini berbanding terbalik dengan negara Singapura, yang pada rentang waktu yang sama tidak memiliki sumber daya alam untuk di ekspor namun memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi.

Selain pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah, negara dengan potensi sumber daya alam yang berlimpah juga biasanya mengalami keterlambatan dalam hal inovasi industri, tingkat aktivitas wirausaha yang sangat kecil, sistem pemerintahan yang buruk dan penuh korupsi, serta rawan konflik.

Penyebab “kutukan sumberdaya alam”

Negara yang memiliki kelimpahan sumberdaya alam menurut Shinji Asanuma akan menerima “kutukan” jika kelimpahan tersebut tidak memberikan kesejahteraan yang nyata dan merata bagi rakyatnya. Shinji mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang membuat suatu negara mendapatkan “kutukan” sumberdaya alam, yaitu:

1. Dutch Disease

Dutch disease adalah suatu kondisi dimana sektor industri dan manufaktur tidak berkembang sebagai akibat dari ketergantungan pendapatan dari eksploitasi faktor produksi primer seperti agrikultur, minyak, dan mineral.

2. Voracity Effect

Voracity effect adalah suatu keadaan dimana sumberdaya alam yang ada dimanfaatkan untuk menerapkan praktek sewa pengelolaan sumberdaya alam. Pengaturan sewa ini cenderung dimanfaatkan oleh para politisi atau penentu kebijakan untuk melakukan praktek korupsi, sarana melanggengkan kekuasaan, atau pemanfaatan pendapatan untuk investasi yang tidak ekonomis dan salah dalam penggunaannya. Kesalahan dalam pemanfaatan dana dari hasil kegiatan sewa kelola ini mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan korupsi, dan negara menjadi memiliki utang banyak.

3. Volatility Effect

Volatilitas menyangkut kepada perubahan harga pasar atas komoditas-komoditas primer di tingkat internasional. Harga-harga komoditas sumber daya alam di pasar internasional mempengaruhi perdagangan domestik secara keseluruhan, dan ini dipengaruhi pula oleh pengaruh alam dan kondisi politik di negara pemilik sumberdaya alam tersebut. Ketika harga komoditas melambung tinggi, negara pemilik komoditas primer atau sumberdaya alam akan memperoleh pendapatan yang besar. Namun pendapatan yang besar ini, negara justru mengalami kesulitan dalam memetakan pengeluarannya. Pada saat harga komoditas tinggi ini pun, negara cenderung untuk membuat proyek-proyek raksasa yang berbiaya besar, sehinggga tanpa perhitungan yang cermat negara melakukan pinjaman skala besar ke pihak lain. Ketika harga mulai turun, negara mulai mengalami kesulitan keuangan karena tidak memiliki revenue yang cukup ditambah dengan kewajiban membayar utang atau pinjaman ke negara lain.

 Indonesia pernah mengalami kutukan sumberdaya alam dari sektor minyak pada rentang waktu tahun 1970-1980. Kala itu negara melakukan monopoli atas eksploitasi minyak di Indonesia melalui Pertamina. Pada tahun 1974, pendapatan ekspor sebanyak 70% merupakan kontribusi hasil ekspor minyak. Akibatnya pendapatan pemerintah sangat bergantung pada hasil ekspor minyak ini dan melemahkan industri manufaktur  maupun sektor industri sekunder dan tertier lainnya (Dutch Disease).

Harapan untuk eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi sebanyak-banyaknya tidak dibarengai dengan kemampuan teknologi yang dimiliki, sehingga Indonesia menawarkan kontrak kerjasama eksploitasi dengan negara lain tanpa ada pertimbangan matang dari para pemangku jabatan, bahkan bersifat otoriter. Pada tahun 1974, negara memiliki surplus yang luar biasa dari ekspor minyak, dan pendapatan ini digunakan untuk membiayai proyek-proyek raksasa seperti pembangunan pabrik Krakatau Steel, proyek “Floating Fertilizer”, dan pembangunan armada tanker super besar. Semua proyek ini didanai oleh hasil ekspor minyak ditambah dengan dana pinjaman pihak ketiga (voracity effect).

 Ketika kemampuan eksploitasi dan harga minyak menurun, maka penerimaan negara menjadi berkurang. Negara mengalami kesulitan keuangan karena penerimaan yang diperoleh lebih kecil daripada pengeluaran negara rutin. Ketika Pertamina diaudit, ternyata telah memiliki utang sebanyak 10,5 milyar US$ sementara nilai produksi ekspor Indonesia hanya sebesar 7 Miliar US$ (volatility effect).

 Mengantisipasi “kutukan sumberdaya alam”

Dalam mengantisipasi kutukan sumberdaya alam diperlukan analisi secara mendalam mengenai faktor mana yang lebih dominan sebagai penyebab  kutukan. Secara ringkas antisipasi kutukan sumberdaya alam melalui “Dutch Disease” dan “Volatility Effect” dapat dilakukan dengan cara mendorong peningkatan inovasi di bidang industri-industri lain sehingga tidak bergantung pada hasil ekspor sumberdaya alam.

Selain itu inovasi dan studi teknologi eksploitasisumberdaya dilakukan agar praktek sewa atau kontrak eksploitasi berkurang dan nilai tambah produk sumberdaya alam menjadi menjadi lebih tinggi. Investasi di lura negeri pun bisa dilakukan sebagai langkah mengantisipasi “Dutch Disease”, sedangkan transparansi keuangan yang termasuk didalamnya mengenai perjanjian atas hak-hak eksploitasi, syarat-syarat eksploitasi yang dilakukan pihak ketiga merupakan antisipasi pada “voracity effect”. Transparansi akan mendorong masyarakat, media, maupun stakeholder internasional untuk ikut mengawasi dan memastikan agar keuangan negara dikelola dengan baik dan tidak dikorupsi. Seara kongkrit, pengelolaan pendanaan harus lebih profesional baik dari sisi teknis maupun leadership sehingga terbebas dari pengaruh politik yang dapat mengakibatkan kesalahan penggunaan.

“Volatility Effect” dapat diantisipasi melalui kebijakan fiskal negara tersebut. Kebijakan ini termasuk didalamnya mengenai program subsidi pemerintah, restrukturisasi anggaran, skema penerimaan ekspor, maupun pengaturan pajak. Antisipasi “volatility effect” cenderung kepada cara untuk melakukan penyeimbangan antara anggaran pendapatan dengan anggaran pengeluaran.

Digital Printing Sebagai Sarana Komunikasi Bisnis

Views: 38

Saat ini, segala sesuatu baik bisnis maupun kegiatan lainnya sangat bergantung pada teknologi. Demikian pula halnya dengan mencetak. Percetakan melalui berbagai media dan format yang berbeda-beda merupakan pemecahan masalah yang sangat penting dalam dunia bisnis saat ini. Bisnis saat ini menjadi lebih antusias dengan adanya proses pencetakan yang memberikan kualitas gambar yang tinggi dan waktu penyelesaian yang cepat.

Bisnis memerlukan komunikasi dengan para pemangku kepentingan, dan komunikasi tersebut dapat menggunakan berbagai alat. Sekarang Anda dapat mencetak brosur, kartu nama, brosur dan bahan lainnya dalam volume besar dengan harga yang terjangkau. Jika kebutuhan Anda adalah untuk menghasilkan cetakan dalam waktu yang singkat, maka cetak digital adalah jawabannya. Kecepatan proses ini cukup luar biasa dan kapasitasnya membuatnya menjadi prospek yang bisnis yang sangat menjanjikan.

Bisnis cetak digital tidak hanya terpaku pada produk cetaknya saja. Jasa desain khusus untuk setiap pelanggan dalam men”deliver” pesan yang akan disampaikan kepada target pasar juga merupakan peluang bisnis pelengkap bahkan bisa menjadi utama dalam bisnis digital printing. Hal ini tentunya luar biasa mengingat fakta bahwa suatu bisnis justru bisa fokus pada bagaimana mengembangkan hubungan dengan setiap pelanggan dalam konteks tertentu. Dan ini semua bisa tersampaikan hanya dengan sebuah gambar yang didesain secara unik dalam waktu yang singkat dan jumlah yang banyak. Percetakan digital dapat mengubah jalannya komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Seberapa efektif suatu profil bisnis dikomunikasikan kepada target pasar, sedikit banyak hal tersebut tergantung pada kualitas gambar cetakan serta desain yang dibuat.

Digital Printing dapat menawarkan leverage yang signifikan untuk kebutuhan komunikasi bisnis. Anda dapat menukar manfaat dengan bermitra dengan penyedia layanan. Penyedia layanan akan bekerja pada pendekatan yang akan memberikan pengaruh untuk kebutuhan komunikasi Anda. Dengan memiliki solusi pencetakan yang disesuaikan untuk brosur Anda, brosur dan kartu nama Anda dapat berakhir sebagai pemenang. Anda harus memberikan diri Anda kesempatan untuk menanggapi situasi yang berbeda dengan cara yang terjangkau.  Anda akan mendapatkan apa yang diinginkan untuk terlibat dengan para pemangku kepentingan dalam cara yang lebih baik.

Perubahan dan Kegagalan (Breakdown)

Views: 26

Kegagalan dan keberhasilan adalah hasil dari perubahan. Tidak peduli bagaimana Anda melihat keduanya, mereka masing-masing bergantung pada hal yang tidak bisa ditinggalkan, “kepemimpinan.” Kita tidak bisa sukses dalam suatu kinerja di tingkat yang lebih tinggi jika kita mempertahankan status quo, alias bertahan dalam keadaan yang ada, akan tetapi bekerja dalam perubahan adalah ada resiko bahwa kemungkinan kita akan gagal atau mengalami gangguan dalam proses. Jadi setiap diskusi tentang “takut perubahan” atau “takut gagal” harus dimulai dengan diskusi tentang transisi dan transformasi. Meskipun ada kelemahan dan resiko yang terlibat dalam perubahan (termasuk risiko kegagalan), pikirkan mengenai semua hal positif yang bisa datang dari perubahan, yaitu:

– Proses Perbaikan untuk Kepemimpinan dan Manajemen,

– Secara keseluruhan akan  meningkatkan kinerja karyawan,

– terbentuknya tim Pengembangan, transisi dan transformasi,

– Kepuasan Besar (Individu) – Personal Proficiency,

– Renewal Organisasi – Profesional Penguasaan, dan

– Marketplace Ekspansi, dan banyak lagi.

Patut diingat bahwa semua perubahan melibatkan sejumlah ketidakpastian dan ambiguitas dan dua kondisi ini memprovokasi kecemasan. Ini adalah alasan untuk terus berada dan selalu melihat ke masa lalu sebagai  pelajaran; itu wajar, karena ada pepatah, “lebih baik lakukan apa yang Anda ketahui dibandingkan mengasah apa yang Anda tidak tahu.” Jadi, meskipun perubahan memiliki kemampuan untuk mempromosikan sistem, struktur, organisasi dan tim baru, perubahan akan selalu berhadapan dengan dengan “tua “, “sama”, dan “mau melepaskan masa lalu”. Itulah sebabnya melihat sisi positif dan menjaga pikiran yang terbuka sangat penting untuk keberhasilan dalam proses perubahan.

STOP MEROKOK HARI INI: Harga Rokok Melambung Tinggi, Ini adalah Perang Mental Bagi Perokok

Views: 18

Beberapa minggu yang lalu  di pemberitaan nasional sudah santer tentang rencana kenaikan harga rokok yang menembus hingga Rp. 50.000 per bungkus. Berita ini bisa jadi merupakan berita baik dan berita buruk bagi perokok di Indonesia.

OK,kali ini saya tidak akan membahas kenaikan harga rokok dari sisi bisnis atau marketing ataupun sisi retail seperti yang biasa saya bahas. Kali ini saya hanya akan membahas kenaikan harga rokok ini dari perspektif perokok.

Seperti yang sudah saya sebutkan diatas, kenaikan harga rokok yang melambung tinggi bisa menjadi berita baik dan berita buruk bagi perokok. Berita baiknya adalah bahwa mungkin inilah saatnya, dan inilah alasan yang tepat  untuk berhenti merokok. Rokok Rp. 50.000 per bungkus, kita gak mampu lagi buat beli rokok. Mendingan kita beli beras yang bisa mencapai 5 kg dan bisa untuk makan selama dua minggu. Ini adalah alasan yang logis untuk berhenti merokok, dan mungkin pula inilah kita terpaksa berhenti merokok karena dipaksa….

Berita buruknya adalah bahwa bagi perokok yang benar-benar perokok, alias pecandu berat rokok, maka mau tidak mau ia harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli sebungkus rokok. Karena merogoh kocek lebih dalam, sementara pendapatan per bulan tetap,maka ini bisa menjadi sumber “pertempuran” dengan nyonya rumah he..he…Selanjutnya, karena merogoh kocek lebih dalam pula, maka mungkin sekarang tidak ada lagi merokok sebungkus rame-rame sambil kongkow dengan kawan-kawan. Karena belinya mahal bow…. siap-siap aja dibilang pelit sama kawan. Dan bagi perokok yang tergolong “ROMANTIS” alias Rokok Makan Gratis, siap-siap aja tebal muka atau tahan malu ketika ngambil rokoknya orang ha..ha..

Harga Rokok Melambung Tinggi, Ini adalah Perang Mental Bagi Perokok

Ya benar, ini adalah perang mental bagi diri sendiri antara menahan keinginan untuk merokok, berhenti merokok (yang memang sangat diakui susah), dengan kondisi dompet, raungan si nyonya rumah, dan rasa malu. Mental pecandu rokok diuji jika harga rokok jadi melambung tinggi. Pertanyaannya: Siapakah yang menang? Mental anda menang dengan berhenti merokok atau kalah oleh candu…

CHECK THIS OUT:

JIKA ANDA PUNYA MENTAL JUARA, MAKA ANDA AKAN BERHENTI MEROKOK,DAN SEGALANYA AKAN AMAN DAN TERKENDALI. DAN JIKA ANDA TIDAK PUNYA MENTAL JUARA, MAKA ANDA AKAN TERUS MEROKOK DAN ANDA HARUS SIAP BERHADAPAN DENGAN SI NYONYA RUMAH, SI TEBAL MUKA, DAN  “CURI-CURI” JATAH BULANAN RUMAH TANGGA.

Ini memang gak penting bagi orang kaya yang punya penghasilan 3 atau 4 kali lipat lebih diatas UMR (UMR pun ya UMR tertinggi lah; misal Jakarta atau Batam). Tapi bagi kita orang-orang yang berpenghasilan sebatas UMR ……..STOP SMOKING TODAY………