Views: 258
- Adanya pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab untuk membuat keputusan yang didukung oleh sumber daya yang memadai.
- Adanya kontrol atas pelimpahan kewenangan dari manajemen.
- Adanya penciptaan lingkungan agar pegawai dapat memanfaatkan kemampuan atau kompetensinya secara maksimum untuk mencapai sasaran organisasi.
Konsep pemberdayaan atau empowerment menuntut partisipasi penuh dan interaksi dari semua tingkatan organisasi. Masalah timbul ketika kurang adanya komitmen dari para pemimpin untuk benar-benar menerapkan strategi pemberdayaan di seluruh lini organisasi. Mereka bermulut manis mengeluarkan kata-kata pemberdayaan tetapi gagal untuk mengaktualisasikannya dengan tindakan nyata terhadap seluruh karyawan.
Pemimpin memiliki posisi yang kuat untuk bermain dalam menerapkan pemberdayaan karyawan di seluruh organisasi. Para pemimpin memahami bahwa proses pelaksanaan pemberdayaan tidaklah mudah. Proses pemberdayaan adalah lebih dari sekedar aspek mekanik melainkan disertai juga didalamnya adalah proses transisi dan perubahan.
Hambatan untuk melakukan pemberdayaan akan selalu nyata muncul dalam suatu organisasi, apalagi ketika suatu organisasi mendapatkan pemimpin yang baru. Pemberdayaan dari pemimpin yang baru datang ini melibatkan masalah kepercayaan, tanggung jawab, harmonis, partisipasi dan upaya kelompok dalam bekerjasama. Seringkali pemimpin yang tidak memiliki ketegasan akan mengalami kegagalan dalam pelaksanaan empowerment.
Salah satu frase kunci yang mendefinisikan pemberdayaan adalah “manajemen partisipatif.” Penelitian telah menunjukkan hubungan positif antara partisipasi karyawan dan kepuasan kerja dan antara motivasi dan kinerja. Link ini akan gagal terjadi ketika para pemimpin gagal dalam mengenali potensi karyawan mereka dan gagal untuk melihat berapa banyak kekuatan individu-individu yang berpotensi untuk membawa perubahan dan memecahkan masalah-masalah strategis. Proses empowerment menjadi hanya sekedar wacana atau ide saja ketika:
“Pemberdayaan hanya istilah yang digunakan untuk menghasilkan tindakan yang sama untuk mendapatkan hasil yang sama.”
Artinya bahwa pemimpin hanya mendelegasikan hal-hal yang sifatnya rutin kepada orang-orang baru yang ada dilingkungan organisasi tersebut. Maksudnya struktur organisasi dirubah, sementara tugas-tugas rutinnya tidak mengalami perubahan. Hal ini umumnya disebabkan oleh para pemimpin gagal untuk mendelegasikan tugas-tugas yang bermakna, tugas dan proyek yang dapat memiliki dampak nyata pada pembangunan kepercayaan diri dan kepuasan kerja.
Banyak pemimpin percaya bahwa pemberdayaan masih dapat dicapai melalui pendelegasian, tapi itu harus ada beberapa bentuk kontrol baik secara langsung atau tidak langsung dalam hal pengawasan kegiatan yang sedang didelegasikan.
“Kita semua ini bersama-sama … sampai titik tertentu.”
Banyak pemimpin gagal menyadari satu fakta penting: jika karyawan langsung dipengaruhi oleh perubahan yang diusulkan dan tidak terlibat dalam keputusan untuk melakukan perubahan, maka mereka akan melawan kebijakannya. Kebanyakan resistensi terhadap pemberdayaan berasal dari manajemen menengah. Pemimpin gagal untuk melihat bagaimana ketakutan ini dapat dikurangi atau dihilangkan. Mereka menggagalkan keberhasilan pembaharuan karena mereka tidak memahami konsep-konsep pemberdayaan, garis besar dari nilai ide-ide atau bagaimana sikap secara pribadi dalam menghadapi perubahan.
“Pemberdayaan dimulai di bagian atas dan bekerja ke bawah.”
Banyak organisasi merasa lebih baik untuk memulai perubahan pemberdayaan di bagian atas dan kemudian bekerja ke karyawan, meskipun ini membatasi beberapa aspek pemberdayaan. manajemen atas dan bahkan manajemen menengah sering berpendapat bahwa karyawan tidak mampu untuk mendapatkan seluruh gambar organisasi.
Organisasi sering lupa atau gagal untuk mengenali aspek lain yang penting dari pemberdayaan: mendelegasikan tanggung jawab ke tingkat terendah dari organisasi. Pemimpin perlu menekankan bahwa proses pengambilan keputusan harus sangat terdesentralisasi, dan karyawan dalam kelompok kerja yang dirancang atau tim harus bertanggung jawab atas peran mereka dalam proses kerja.
“Pemberdayaan dipandang sebagai produk sampingan.”
Banyak organisasi melihat pemberdayaan karyawan sebagai hasil dari strategi dan teknologi organisasi yang berfokus pada bagaimana menurunkan biaya, kecepatan dan efisiensi kerja, bukan sebagai unsur penting untuk mewujudkan suatu misi. Mereka gagal untuk memandang pemberdayaan sebagai strategi langsung untuk menghasilkan kualitas yang lebih tinggi, produktivitas dan efisiensi.
“Karyawan tidak hanya prioritas utama … banyak orang lain yang sama pentingnya.”
Organisasi sering gagal untuk menyadari bahwa tanpa karyawan produktif mereka bukanlah apa-apa dan tidak bisa melakukan apa-apa. Mereka kadang-kadang menjadi picik dan tidak menyadari bahwa pemberdayaan bekerja ketika karyawan membutuhkan organisasi sebanyak organisasi membutuhkan mereka.
Pemimpin lupa untuk mengikuti aturan emas: mereka harus memperlakukan karyawan mereka dengan cara seperti yang diinginkan oleh bos. Pemimpin harus mendefinisikan tindakan dan kata-kata mereka terhadap bawahan sehingga mereka menyadari konsep keadilan, rasa hormat.