Category Archives: IMO Model Course 6.09

8 Aturan Keselamatan Kapal akibat kapal titanic tenggelam

Views: 93

Materi 8 Aturan Keselamatan Kapal Akibat Titanic Tenggelam dapat dilihat di aplikasi Belajar NKPI

Atau dapat langsung dilihat i channel youtube: Yusepchannel33

Kapal RMS Titanic adalah sebuah kapal penumpang super Britania Raya yang tenggelam di Samudra Atlantik Utara pada tanggal 15 April 1912 setelah menabrak sebuah gunung es pada pelayaran perdananya
dari Southampton, Inggris ke New York City. Akibat hal tersebut, maka 8 ATURAN KESELAMATAN KAPAL AKIBAT KAPAL TITANIC TENGGELAM

Penyebab kapal tenggelam adalah karena 5 dari 16 kompartemen kedap airnya terisi oleh air akibat gesekan lambung kanan dengan gunung es. Padahal kapal Titanic dirancang agar tetap terapung walau 4 kompartemen kedap air terisi air.

Kecelakaan kapal ini ditanggapi dengan didorongnya perbaikan besar-besaran keselamatan laut. Salah satu warisan terpenting dari bencana ini adalah penetapan Konvensi Internasional untuk Keselamatan Penumpang di Laut (SOLAS) pertama pada tahun 1914.

SOLAS adalah akronim dari Safety Of Life At Sea, merupakan konvensi
paling penting dari seluruh konvensi internasional tentang kemaritiman.
SOLAS menjadi standar keselamatan maritim yang wajib diterapkan
pada kapal niaga (merchant vessel) berukuran tertentu dan menjadi induk bagi terbitnya berbagai standar (code) bagi kontruksi kapal,
peralatan, dan pengoperasian.

Atas kejadian tenggelamnya kapal Titanic ini, maka muncul aturan-aturan baru yang menyangkut keselamatan kapal beserta isinya.
Berikut adalah 8 ATURAN KESELAMATAN KAPAL AKIBAT KAPAL TITANIC TENGGELAM:

  1. Kecepatan Kapal saat Berada di Daerah gunung Es
    Solas 1914 yang disepakati oleh 13 negara merekomendasikan bahwa
    jika kapal melihat gunung es dan berada dekat dengan arah berlayarnya maka setiap petugas di atas kapal harus mengemudikan kapal dengan kecepatan sedang atau merubah haluan berlayarnya menjauhi gunung es tersebut
  2. Distress alert atau informasi marabahaya
    Titanic menggunakan alat komunikasi radio yang hanya memiliki jarak jangkauan sejauh 200 nautical mil atau sekitar 400 km. lewat dari itu, tidak ada kapal yang akan mendengarkan berita atau informasi marabahaya ini.Dan ini akan membuat keterlambatan bahkan tidak ada pertolongan dari kapal lain. SOLAS mengemukakan bahwa distress alert sangat penting. jarak jangkauan radio harus sejauh mungkin, sehingga kini setiap kapal wajib dilengkapi dengan radio satelit.
  1. Jumlah Sekoci
    Kapal Titanic yang tenggelam memakan banyak korban jiwa karena
    jumlah sekoci yang dimilikinya tidak cukup untuk memuat seluruh penumpang SOLAS memperhatikan hal ini, dan akhirnya diputuskan bahwa setiap kapa harus memiliki sekoci dan rakit penolong yang sesuai dengan daya tampung kapal ditambah tambahan rakit penolong atau liferaft sebanyak 25 % dari jumlah penumpang. Itu artinya jika daya tampung kapal adalah 1000 penumpang dan diketahui daya tampung tiap sekoci adalah 20 orang, maka sekoci yang harus tersedia di kapal adalah 1000 dibagi 20 ditambah dengan tambahan sekoci untuk 25% kali seribu orang. Sama dengan 50 sekoci yang wajib tersedia ditambah tambahan untuk 250 orang. Sehingga sekoci tambahannya adalah 13 buah. Maka total sekoci yang harus tersedia di kapal adalah 63 buah.
  1. Immersion Suits atau Baju Pelindung suhu tubuh
    Kondisi para penumpang dan kru Titanic yang berada di air YANG DINGIN saat kapal tenggalam membuat panas tubuh mereka MENURUN DRASTIS. Karena itu, banyak penumpang dan kru kapal titanic tewas karena hipothermia. Hipothermia adalah kondisi ketika suhu tubuh menurun drastis hingga jauh di bawah normal (37oC). Akibat kejadian ini, SOLAS memutuskan untuk membuat aturan bahwa setiap kapal baik kapal penumpang maupun kapal barang harus memiliki baju pelindung suhu tubuh dalam jumlah tertentu. Jika tidak tersedia, maka harus membeli dengan segera.
  1. Pelatihan crew kapal dalam menggunakan sekoci penyelamat
    Investigasi kapal titanic menemukan bahwa para kru kurang dibekali keterampilan dalam menaik turunkan sekoci yang ada di kapal titanic.
    Selain itu pada saat kejadian, sekoci tidak terisi penuh karena para petugas tidak mengetahui kondisi sekoci tersebut. Para petugas maupun pemimpin kapal tidak mengetahui dan tidak diinformasikan apakah sekoci tersebut sudah diuji coba kekuatannya. Keadaan ini membuat SOLAS merekomendasikan bahwa setiap kru kapal harus mengikuti setiap latihan penggunaan sekoci secara berkala dan harus tersedia informasi yang lengkap mengenai sekoci-sekoci yang digunakan di atas kapal tersebut
  1. Desain sekoci penyelamat
    Pada kejadian tenggelamnya Titanic, banyak orang meninggal diatas sekoci karena sekoci tersebut terbuka sehingga penumpang tidak terlindungi oleh dinginnya cuaca. Melalui kejadian ini, SOLAS memberikan persyaratan bahwa desain sekoci harus tertutup. pada kapal penumpang, sekoci yang semi tertutup dapat dirancang untuk memudahkan naik turunnya penumpang. Namun demikian, harus dilengkapi dengan atap yang dapat dibentangkan.
  1. Public Address System
    Banyaknya korban jiwa kapal Titanic adalah karena tidak adanya informasi yang jelas yang dapat didengar oleh para penumpang.
    Hal ini menyebabkan kekacauan dan kebingungan di para penumpang Atas kejadian ini, semua kapal diwajibkan memasang Public Address System sebagai salah satu komponen kelselamatan di atas kapal. Public address system adalah amplifikasi suara elektronik dan sistem distribusi dengan mikrofon, amplifier, dan pengeras suara, yang digunakan untuk menyampaikan informasi yang bersifat massal, misalnya untuk pengumuman.
  1. Patroli Es
    untuk pertama kalinya, SOLAS menyetujui adanya patroli es secara berkala di daerah Atlantik Utara. Dan rekomendasi ini dilaksanakan hingga sekarang dengan perbaikan-perbaikan teknis pelaporan kondisi es dengan memanfaatkan berbagai aplikasi teknologi

Itulah 8 aturan keselamatan yang muncul sebagai akibat dari tenggelamnya Kapal Titanic. dan tonton videonya disini.

Model Pembelajaran Model IMO 6.09

Views: 45

Beberapa waktu yang lalu saya mengikuti Pelatihan mengajar IMO Model Course 6.09. Apa itu IMO Model Course 6.09? Bagi yang belum tahu, IMO adalah singkatan dari International Maritim Organization, suatu badan cabang dari PBB yang menangani masalah-masalah kemaritiman dan kepelautan. Model Course 6.09 adalah model pelatihan yang dikhususkan untuk para pengajar/instruktur yang akan melatih atau mengajar calon-calon pelaut. Dengan demikian IMO Model Course 6.09 adalah pelatihan untuk para pengajar/instruktur para calon pelaut berdasarkan standar internasional yang dibadani oleh Organisasi Maritim Internasional atau International Maritim Organization (IMO).
IMO Model Course 6.09 hanyalah merupakan satu dari rangkaian pelatihan-pelatihan standar IMO untuk para pelaut atau calon-calon pelaut. Sebut saja IMO Model Course 3.12 untuk sertifikat penguji kepelautan, IMO Model Course 1.12 untuk pelatihan Bahasa Inggris Maritim, dsb. Jika seseorang telah memiliki sertifikat mengajar dari IMO, maka sudah dipastikan bahwa orang-orang tersebut telah memiliki pengetahuan standar mengajar untuk calon-calon pelaut.
Isi dari pelatihan ini sebetulnya sama saja dengan materi Diklat Kompetensi Guru yang biasa diadakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional untuk sertifikasi guru. Pengertian mengenai psikomotor, pedagogik, metode mengajar, membuat rencana mengajar, dsb, semua dipelajari di pelatihan IMO Model 6.09 ini. Karena intinya pelatihan ini adalah untuk melatih para peserta yang akan menjadi instruktur pelaut dengan standar internasional.
Namun tidak mudah untuk mengikuti IMO Model Course 6.09, sebab para peserta harus memiliki pengalaman berlayar dan sertifikat kepelautan yang disahkan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, atau Kementerian Kelautan Dan Perikanan RI untuk pelaut kapal ikan. Kenapaharus demikian, karena sebetulnya IMO Model Course 6.09 adalah model pelatihan bagi para pelaut-pelaut untuk melatih generasi-generasi pelaut berikutnya. Oleh karena itu maka pengalaman pengajar harus sudah teruji agar proses belajar mengajar semakin sempurna.
Seorang guru biasa mungkin lebih memahami mengenai cara belajar mengajar yang baik. Akan tetapi mengajar secara sistematis untuk calon-calon pelaut rasanya kurang sempurna jika tidak dibarengi dengan pengalaman para pengajarnya. Bisa saja orang yang mengajar kepelautan tapi belum pernah memegang kemudi kapal atau melakukan perhitungan pelayaran, atau bahkan belum pernah berlayar sama sekali akan mengalami kehilangan kepercayaan diri ketika berhadapan dengan para siswa. Akhirnya semangat siswa calon-calon pelaut ini akan menurun, atau jika tidak pun maka kemungkinan kualitas mereka akan dibawah standar. Kenapa? Karena gurunya saja bukan pelaut dan belum pernah ke laut.
Kesimpulannya, pelaut merupakan suatu profesi sama seperti halnya pilot atau dokter. Tidak sembarangan orang mengajar mereka. Para pengajar mereka adalah pelaut-pelaut yang sudah senior dan pengalamannya sangat luar biasa. Namun mereka belum memahami bagaimana cara mentransfer ilmu mereka dan pengalaman mereka kepada calon-calon generasi penerusnya. Untuk itulah maka IMO membuat standar pelatihan untuk para pengajar yang dinamakan dengan IMO Model Course 6.09, agar cara guru dalam mengkomunikasikan pengalaman dan ilmu mereka menjadi lebih baik.