Category Archives: perikanan

Kuota Penangkapan Ikan Terukur

Hits: 8

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 Tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT). PIT bertujuan melestarikan sumber daya ikan agar tetap terjaga dan memberikan kesejahteraan bagi nelayan.
“Bahwa penangkapan ikan terukur dimaksudkan sebagai cara untuk memastikan kelestarian sumber daya ikan tetap terjaga dan dapat memberikan kesejahteraan nelayan, menyediakan perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan nilai tambah dan daya saing hasil perikanan, kepastian berusaha, kontribusi bagi dunia usaha, serta bagi negara,” isi aturan tersebut, dikutip Selasa (7/3/2023).

Penangkapan ikan diatur dengan kuota hingga di zona tertentu. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1), terdapat 6 zona yang diatur dalam beleid tersebut. Adapun Zona PIT mencakup Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) di perairan laut dan laut lepas.

kuota penangkapan ikan di zona PIT. Kuota dihitung berdasarkan potensi sumber daya ikan yang tersedia dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dengan mempertimbangkan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan.

“Kuota Penangkapan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri,” tulis pasal 6 Ayat (3).

Adapun kuota penangkapan ikan di zona PIT dibagi menjadi tiga. Ketiganya adalah kuota untuk industri, nelayan lokal, dan kuota kegiatan bukan untuk tujuan komersial.

Kuota industri dan nelan lokal diberikan pada setiap zona PIT sampai 12 mil laut. Sementara untuk kegiatan bukan untuk tujuan komrsial diberikan pada setiap Zona Penangkapan Ikan Terukur sampai 12 mil laut dan di atas 12 mil laut.

“Kuota Penangkapan Ikan di Zona Penangkapan Ikan Terukur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dimanfaatkan dalam periode 1 (satu) tahun musim penangkapan ikan dan dibatasi oleh Kuota Penangkapan Ikan yang diberikan setiap tahun,” bunyi pasal 11 ayat (1).

Setiap orang, pemerintah pusat, atau pemerintah daerah yang melanggar ketentuan kuota penangkapan ikan akan terkena sanksi administratif. Sanksi bisa berupa peringatan atau teguran tertulis, paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan perizinan berusaha hingga pencabutan izin usaha.

APA YANG DIMAKSUD DENGAN EKONOMI BIRU?

Hits: 5

blue economy pada bidang pariwisata maritim

Menurut Bank Dunia, ekonomu biru atau Blue Economy adalah pemanfaatan sumber daya laut yang berwawasan lingkungan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan mata pencaharian sekaligus pelestarian ekosistem laut. Bedanya dengan green economy atau ekonomi hijau adalah bahwa jika pada ekonomi hijau berfokus pada ekonomi yang berkelanjutan dengan melalui penurunan resiko kerusakan lingkungan, maka pada blue economy, pembangunan berfokus pada sektor kelautan yang berkelanjutan. Dengan kata lain, Ekonomi Biru adalah konsep pemanfaatan sumber daya laut untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan penghidupan dan mata pencaharian yang seiring dengan pelestarian ekosistem laut.

Tujuan ekonomi biru adalah berkontribusi terhadap mitigasi perubahan iklim. Contohnya dengan mengembangkan energi terbarukan lepas pantai, dekarbonisasi transportasi laut, dan penghijauan pelabuhan. Ekonomi biru akan membuat perekonomian lebih sirkular dan berkelanjutan. Istilah ekonomi biru pertama kali diperkenalkan pada 2010 oleh Gunter Pauli melalui bukunya yang berjudul The Blue Economy: 10 years – 100 innovations – 100 million jobs.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, sektor maritim ekonomi biru Indonesia sangatlah potensial, terutama yang terkait dengan perikanan, energi terbarukan, pariwisata, transportasi air, pengelolaan limbah, hingga mitigasi perubahan iklim. Pada awalnya, konsep blue economy hanya mencakup seluruh produk perikanan yang bernilai ekonomi, namun sekarang konsep tersebut meluas dan mencakup keberlanjutan ekosistem laut sebagai salah satu kontributor PDB terbesar di Indonesia. Keberlanjutan dalam blue economy tersebut mengintegrasikan triple bottom line dari pengembangan berkelanjutan, yaitu antara environmentsocial, dan governance (ESG). Implikasinya bagi para produsen hasil laut adalah produksi laut yang dihasilkan juga harus memperhatikan keberlangsungan ekosistem laut, pengelolaan hasil laut yang zero waste, serta melarang praktik overexploitation.

Penerapan blue economy di Indonesia saat ini, sudah mencatat peningkatan jika dibandingkan tahun sebelumnya. Salah satu bentuk yaitu program desa wisata. Setiap desa di Indonesia diakomodasi untuk menggali ciri khas daerah masing-masing, yang berkontribusi dalam penerapan blue economy tersebut. Masyarakat daerah pesisir yang awalnya hanya berfokus untuk menangkap ikan saja, saat ini dapat mengembangkan potensi dari sektor perikanan dan kelautan lainnya. Tidak hanya diversifikasi hasil laut, melainkan juga kerajinan tangan yang bisa menjadi ciri khas daerah. Di beberapa desa atau wilayah, bahkan, sudah mulai ‘mempercantik’ diri agar menarik wisatawan lokal maupun internasional. Bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Program Smart Fisheries Village merupakan implementasi dari konsep Blue Economy.

APA YANG DIMAKSUD DENGAN SMART FISHERIES VILLAGE

Hits: 20

Pada tahun 2023, Kementerian Kelautan dan Perikanan mencanangkan program pengembangan daerah kelautan dan perikanan bertajuk SMART Fisheries Village. Smart Fisheries Village adalah suatu konsep pembangunan desa perikanan dengan basis penerapan teknologi informasi, komunikasi, dan manajemen tepat guna yang berkelanjutan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat desa. Smart Fisheries Village adalah model pengembangan desa perikanan pintar secara terintegrasi dengan berkolaborasi dengan berbagai pihak, meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, industri, dan masyarakat itu sendiri.

Kata “SMART” dalam SMART Fisheries Village atau SFV sebetunya merupakan suatu akronim atau singkatan berbentuk kata dari Sustainable, Modernization, Acceleration, Regeneration, dan Technology. Sustainable atau berkelanjutan berarti bahwa sumberdaya perikanan di desa tersebut harus dapat berkelanjutan. Sumber perikanan yang menjadi komoditas utamanya diupayakan tidak menurun produktifitasnya, atau bahkan jangan sampai hilang. Modernization berarti ada modernisasi pada kegiatan perikanan di desa tersebut. Modernisasi bisa berbentuk alat penangkapan ikan, penerapan teknologi informasi, hingga operasi bisnis yang lebih modern, seperti adanya e-commerce. Acceleration atau percepatan berarti bahwa desa tersebut diupayakan untuk ikut cepat bergerak mengejar ketertinggalan pembangunan dari kota lain yang sudah ebih dulu maju dan modern. Regeneration berarti adanya upaya untuk desa tersebut agar pelaku-pelaku perikanan di desa tersebut tidak habis. Dalam hal ini, para generasi muda di wilayah tersebut didorong untuk dapat meneruskan dan mengembangkan potensi perikanannya di masa yang akan datang. Technology sudah tentu bahwa desa yang menjadi sasaran SFV harus tersentuh oleh teknologi. Dengan adanya teknologi, maka akses dari dan ke dunia luar dapat masuk lebih cepat.

SMART Fisheries Village merupakan tempat untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia kelautan dan perikanan, karena didalamnya merupakan kegiatan terpadu dan terintegrasi antara pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan inkubasi bisnis. Dengan adanya SFV atau Smart Fisheries Village, diharapkan bahwa daya saing desa tersebut dapat meningkat karena usaha bisnis perikanan di desa tersebut menjadi lebih beragam, lebih modern, dan lebih terbuka untuk dunia luar.

SYARAT-SYARAT PENEMPATAN RUMPON

Hits: 6

Menurut (Ardidja, Pemasangan Rumpon 2011), terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka penempatan rumpon di suatu perairan, yaitu:

Dasar Perairan

Kontur dasar perairan terbaik untuk menanamkan rumpon adalah dasar datar yang luas atau sedikit kemiringan. Daerah yang luas adalah penting karena alur pergeseran jangkar saat saat diturunkan sangat tidak bisa diprediksi. Akibatnya mungkin jangkar terletak beberapa ratus meter dari tempat penanaman yang telah ditentukan. Dasar rata yang sempit, slope yang sempit, lereng curam, lereng tajam dapat menyebabkan terjadinya kegagalan penempatan jangkar. Dasar laut landai juga akan membantu mencegah jangkar terseret ke kedalaman perairan yang dalam ketika terjadi tegangan geser rumpon akibat cuaca buruk.

Kedalaman Perairan

Rumpon yang ditempatkan di perairan dangkal dengan kedalaman kurang dari 500 meter umumnya tidak efektif mengagregasi tuna. Selain itu biaya penanaman rumpon meningkat sebanding dengan kedalaman, karena semakin dalam suatu perairan maka semakin panjang tali tambat yang dibutuhkan. Rumpon yang ditanam pada perairan dengan kedalaman antara 1.000 – 2.000 meter umumnya berfungsi dengan baik untuk meng-agregasi tuna.

Kondisi Laut dan Cuaca

Perairan yang berarus kuat harus dihindari. Seperti juga cuaca buruk dan laut kasar, arus yang kuat akan meningkatkan ketegangan tali tambat rumpon. Hal ini akan berakibat kepada rusaknya komponen rumpon. Wilayah yang berarus deras sering terjadi di daerah tanjung, dan selat sempit di antara pulau-pulau yang berdekatan.

Jarak Antar Rumpon

Umumnya rumpon akan mengagregasi lebih efektif jika ditempatkan pada jarak anatar 4-5 mil laut dari terumbu karang ke arah laut. Jarak antar rumpon adalah sekitar 10 – 12 mil laut untuk menghindari interferensi karang dan rumpon lainnya.

Aksesibilitas dan Keselamatan

Rumpon harus ditempatkan agar aman untuk dicapai dari pelabuhan. Letak lokasi dan jarak dari pantai tergantung pada kondisi laut dan jarak operasi yang aman untuk perahu berukuran kecil. Umumnya untuk meningkatkan keselamatan, rumpon dipasang dengan dikonsentrasikan pada wilayah yang sudah dikenal.

Regulasi

Merujuk kepada (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26 Tahun 2014 tentang Rumpon, rumpon harus dipasang di tempat yang tidak mengganggu alur pelayaran, tidak boleh dipasang dengan cara pemasangan yang mengakibatkan efek pagar  (zig-zag) yang mengancam kelestarian jenis ikan pelagis, dan pemilik rumpon harus memasang reflektor dan identitas rumpon. Reflektor rumpon terbuat dari plat besi yang berfungsi untuk memantulkan gelombang elektromagnet dari radar dan peralatan navigasi yang sejenis pada kapal modern. Hal ini untuk mempermudah identifikasi keberadaan rumpon terutama pada malam hari guna kelancaran proses pelayaran.

CARA MENENTUKAN PANJANG TALI UNTUK MENGGANTUNGKAN JARING (HANGING RATIO)

Hits: 58

Jaring merupakan salah satu alat yang biasa digunakan untuk menangkap ikan. Ada banyak jenis alat menangkap ikan berbahan jaring, seperti trawl, purse seine, atau gill net. Jaring memiliki kemampuan untuk merubah bentuk dan luasnya. Karena perubahan bentuk ini, maka bentuk dan ukuran mata jaring atau mesh size juga mengalami perubahan. Perubahan bentuk dan ukuran mata jaring ini dipengaruhi oleh proses penggantungan jaring pada tali ris. Artinya, untuk perubahan ukuran mata jaring dipengaruhi oleh panjang jaring dan panjang tali ris. Menentukan ukuran mata jaring ini disebut dengan Hanging Ratio, dengan satuan persen.

Hanging ratio merupakan persentase bukaan mata jaring ke samping yang diperoleh dari perbandingan antara panjang tali untuk menggantungkan jaring dengan panjang jaring yang digantungkan ketika teregang sempurna. Jadi, jika Panjang tali untuk menggantungkan jaring disimbolkan dengan L, dan panjang jaring yang digantungkan adalah Lo, maka Hanging ratio adalah L dibagi dengan Lo dikali 100%. Suatu jaring atau mata jaring yang teregang sempurna ke arah samping akan memiliki nilai Hanging ratio sebesar 1 atau 100%. Simak materi “Cara menentukan panjang tali untuk menggantungkan jaring” versi video di bagian akhir artikel ini.

Dengan demikian, semakin kecil nilai Hanging rasio maka mata jaring semakin terbuka ke arah samping, dan sudut yang dibentuk oleh kaki jaring akan semakin lebar. Perhatikan ilustrasi bukaan hanging rasio berikut ini:

Bukaan mata jaring untuk tiap Hanging Ratio

Pada HR=1, sudut yang dibentuk oleh kaki jaring a dan b adalah 180o, Pada HR = 0,9, sudut yang dibentuk oleh kaki jaring akan menjadi 128o, HR = 0,8 memiliki sudut 106o, HR = 0,7 memiliki sudut 90o, HR = 0,5 bersudut 60o, dan HR = 0,4 bersudut 45o. Penentuan ukuran hanging ratio ini sangat penting untuk menentukan ukuran ikan yang akan ditangkap, karena didasarkan oleh cara ikan tertangkap oleh jaring, menentukan panjang tali ris, dan menentukan jarak antar pelampung dari jumlah pelampung yang telah dihitung. Pada video di CHANNEL YOUTUBE: @YUSEPCHANEL sudah dibahas mengenai bagaimana cara ikan tertangkap oleh jaring dan cara menentukan jumlah pelampung. Jika lupa silahkan anda klik pada video di channel Youtube @yusepchanel

Agar lebih jelas mengenai pengertian hanging ratio ini, perhatikan contoh soal berikut ini.

Diketahui, suatu jaring dengan jumlah mata jaring 200 mata. Ketika teregang sempurna, ukuran mata jaring tersebut adalah 50 mm. Jika jaring tersebut diinginkan memiliki hanging rasio sebesar 80%, tentukanlah panjang tali ris yang diperlukan.

Mari kita selesaikan persoalan ini:

Diketahui: jumlah mata = 200 mata

Ukuran 1 mata jaring = 50mm

HR = 80% atau 0,8

Ditanyakan L atau panjang tali ris

Jawab.

Untuk mencari L atau panjang tali ris maka harus diketahui terlebih dahulu panjang jaring teregang sempurna.

Panjang jaring teregang sempurna adalah

Ukuran mata jaring teregang sempurna dikali dengan jumlah mata jaring,

Yaitu 50 mm atau 0,050 meter dikali dengan 200 mata sama dengan 10 meter.

Dengan demikian, maka L atau panjang tali ris adalah

HR dikali dengan Lo

Sama dengan 0.8 dikali 10 sama dengan 8 meter.

Dengan kata lain, bahwa

Dengan HR 0,8, maka Ukuran mata jaring tersebut mengalami perubahan dari 50 mm menjadi 40 mm, sehingga panjang jaring adalah sama dengan panjang tali ris yaitu 0,04mm dikali 200 mata sama dengan 8 meter.

Hanging Ratio

Persyaratan Untuk Membuat Rumpon Ikan

Hits: 29

Ardidja 2010 dalam bukunya Bahan Alat Penangkap Ikan menjelaskan bahwa persyaratan untuk membuat rumpon atau Fish Aggregating Devices (FAD) berbahan tumbuhan adalah sebagai berikut:

  1. Tumbuhan harus yang mengandung banyak klorofil dan segar (bukan kering).
  2. Harus dapat cepat membusuk dan tahan lama (sekitar 15 hari) atau lebih (berserat memanjang dan liat).
  3. Harus dapat menciptakan lingkungan yang teduh.
  4. Mudah diangkat, diperbaharui, dipindah, dan berharga murah.

Dari persyaratan-persyaratan tersebut diatas, tumbuhan yang cocok untuk dijadikan rumpon adalah tumbuhan dari famili Palma atau (Arecaceae) seperti daun kelapa, aren, dan pinang. Gambar berikut menunjukkan jenis pohon yang daunnya digunakan utuk membuat rumpon.

Daun untuk bahan rumpon ikan

Sedangkan untuk rumpon yang berbahan bukan tumbuhan, persyaratan bahan pembuatan rumpon adalah sebagai berikut:

  1. Pelampung terbuat dari bahan yang dilapisi cat anti korosi atau fiberglass yang dikonstruksi dapat mengapungkan total berat komponen rumpon.
  2. Rumpon dapat sebagai media tumbuh atau menempel organisme-organisme pembentuk terumbu karang. Sebagai contoh ban bekas sangat cocok digunakan sebagai media pembuatan rumpon.
  3. Tali jangkar terbuat dari serat baja non korosif atau serat buatan yang memiliki breaking strength atau densitas yang sangat besar.
  4. Pemberat terbuat dari cetakan semen yang memudahkan mempercepat tumbuhnya karang pada semen tersebut.

(San 1982) menyebutkan bahwa panjang tali jangkar untuk rumpon adalah berkisar antara 1 hingga 1,8 kali kedalaman perairan tempat dipasangnya rumpon tersebut. Sedangkan diameter tali jangkar adalah 18-20 mm berupa serat sintetis Polypropilene (PP).

Pengertian Rumpon Ikan Atau Fish Aggrergating Device (FAD)

Hits: 80

Menurut (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 2 tahun 2011 tentang Jalur penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan ikan dan Alat bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan 2011), pengertian rumpon ikan atau Fish Aggregating Devices (FAD) adalah alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan menggunakan berbagai bentuk dan jenis pemikat/atraktor dari benda padat yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul. Menurut (Bagi B Jayanto 2012), rumpon mempunyai konstruksi menyerupai pepohonan yang dipasang/ditanam pada kedalaman tertentu di suatu tempat di perairan laut yang berfungsi sebagai tempat berlindung, mencari makan, memijah, dan tempat berkumpulnya ikan. Lebih lanjut (Bagi B Jayanto 2012) menyatakan bahwa rumpon emrupakan alat bantu penangkapan ikan yang fungsinya sebagai pembantu untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul di suatu tempat yang selanjutnya diadakan usaha penangkapan ikan.

Menurut (Ardidja, Bahan Alat Penangkap Ikan 2010), ditinjau dari lokasi pemasangannya, rumpon dibagi menjadi dua jenis, yaitu rumpon laut dalam dan rumpon perairan dangkal. Dari segi pengoperasiannya, rumpon dibagi menjadi rumpon tetap, dimana rumpon terpasang di laut tanpa perlu diambil atau dipindahkan, dan rumpon tidak tetap, yaitu rumpon yang pemasangannya dapat dipindah-pindah ke lain tempat. Ditinjau dari segi bahan, rumpon terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu rumpon yang terbuat dari bahan tumbuhan, rumpon yang terbuat dari bahan bukan tumbuhan, dan rumpon yang dibuat dari gabungan antara bahan tumbuhan dengan bahan yang bukan tumbuhan. Gambar 1 menunjukkan konstruksi rumpon tetap laut dalam berbahan tumbuhan.

Gambar 1. konstruksi rumpon laut dalam berbahan tumbuhan

Rumpon merupakan fishing ground buatan, yaitu suatu metode bagaimana mengumpulkan ikan dengan menciptakan suasana atau lingkungan yang mirip dengan habitat asli dari jenis ikan yang hendak dikumpulkan. Pemilihan bahan untuk rumpon tersebut didasarkan pada penciptaan kondisi lingkungan tersebut. Salah satunya untuk menciptakan rantai makanan. Penciptaan rantai makanan pada rumpon dibagi menjadi dua proses. Proses yang pertama adalah menciptakan rantai makanan yang akan menghasilkan kelimpahan zooplankton dan macronekton. Proses kedua adalah menciptakan berlangsungnya hukum alam pada kehidupan ikan yaitu sifat predator (ikan besar karnivora atau omnivora memakan ikan yang lebih kecil). Pada proses yang kedua inilah yang diharapkan terjadi pengumpulan gerombolan berbagai jenis dan ukuran ikan, dimulai dari ikan-ikan yang berukuran kecil hingga yang berukuran besar secara bertahap. Bila diperkirakan telah terkumpul ikan-ikan dalam jumlah yang banyak, maka fungsi rumpon telah tercipta dengan baik (Ardidja, Bahan Alat Penangkap Ikan 2010).

Apa itu Zona Penangkapan Ikan Terukur ?

Hits: 47

Zona Penangkapan Ikan Terukur

Pada tanggal 6 Maret 2023, Pemerintah Indonesia resmi mengeluarkan peraturan pemerintah baru di bidang penangkapan ikan, yaitu peraturan pemerintah nomor 11 tahun 2023 tentang penangkapan ikan terukur. Dimana penangkapan ikan terukur adalah Penangkapan ikan yang terkendali dan proporsional, dilakukan di zona penangkapan ikan terukur, berdasarkan kuota penangkapan ikan dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya serta pemerataan pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan definisi tersebut, maka akan terdapat zona penangkapan ikan, dan kuota penangkapan ikan.

Zona penangkapan ikan adalah Wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia atau WPP-RI dan laut lepas yang dikelola untuk pemanfaatan sumber daya ikan dengan penangkapan ikan secara terukur. Berdasarkan peraturan pemerintah ini, dari 11 Wilayah pengelolaan Perikanan yang sudah diatur dibagi menjadi 6 zona penangkapan ikan terukur, yaitu:

Penjelasan video tentang zona penangkapan ikan

Zona 1, terdiri dari satu WPP, yaitu WPP 711 yang meliputi Selat karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan

Zona 2, terdiri dari 2 WPP, yaitu , WPP 716 meliputi Laut Sulawesi, dan WPP 717, Meliputi Laut Halmahera dan Samudera Pasifik sebelah Utara papua.

Zona 3, terdiri dari 3 WPP, yaitu WPP 715, Meliputi laut maluku dan laut seram, WPP 714, Meliputi Laut Banda, dan WPP 718, Meliputi Laut Arafuru.

Zona 4, terdiri dari 2 WPP, yaitu Wpp 573. Meliputi Samudera Hindia Sebelah Barat Sumatera, dan WPP 573, meliputi Samudera Hindia Sebelah Selatan Jawa

Zona 5, terdiri dari 1 WPP, yaitu WPP 571, yang meliputi Selat Malaka

Zona 6, terdiri dari 2 WPP, yaitu WPP 712, meliputi Laut Jawa, dan WPP 713 yang meliputi Selat makassar dan laut Flores.

Berikutnya, peraturan pemerintahno 11 tahun 2023 juga mengatur kuota penangkapan ikan di zona penangkapan ikan. Yang dimaksud dengan kuota penangkapan ikan menurut peraturan pemerintah ini adalah alokasi sumberdaya ikan atau jumlah ikan yang dapat dimanfaatkan dengan penangkapan ikan terukur.

Kuota penangkapan ikan dibagi menjadi 3 kuota, yaitu

1. Kuota industri, yang diberikan pada setiap zona penangkapan ikan terukur di atas 12 mul laut.

2. Kuota nelayan lokal yang diberikan pada setiap zona penangkapan ikan terukur sampai dengan 12 mul laut.

3. Kuota kegiatan bukan untuk tujuan komersial, yaitu kuota untuk kegiatan Pendidikan, pelatihan, penelitian, kesenangan, dan wisata. Kuota ini diberikan pada tiap zona penangkapan ikan terukur sampai dengan 12 mil laut dan di atas 12 mil laut.

Selanjutnya pada zona penangkapan ikan, diatur juga mengenai siapa saja yang dapat memanfaatkan kuota industri. Nelayan kecil dan Badan usaha beupa Perseroan terbatas atau Koperasi yang memiliki kegiatan usaha penangkapan ikan berupa penanaman modal dalam negeri atau penanaman modal asing, dapat memanfatkan kuota industri pada Zona 1, Zona 2, Zona 3, dan Zona 4. Sementara itu Badan Usaha berupa penanaman modal asing tidak dapat memanfaatkan kuota industry pada Zona 5 dan Zona 6.

Itulah gambaran mengenai zona penangkapan ikan dan kuota penangkapan ikan berdasarkan peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2023 dimana tujuan adanya peraturan ini adalah tentunya untuk memaksimalkan pemanfaatan perairan Indonesia secara adil, merata dan berkelanjutan

PENGERTIAN TRAWL ATAU PUKAT HARIMAU DAN JENIS-JENIS TRAWL

Hits: 110

Artikel kali ini adalah membahas tentang pengertian trawl atau pukat harimau dan jenis-jenis trawl. Materi PENGERTIAN TRAWL ATAU PUKAT HARIMAU DAN JENIS-JENIS TRAWL dapat dilihat melalui aplikasi Belajar NKPI.

Atau dapat dilihat di youtube channel: yusepchannel33

Kata Trawl adalah berasal dari Bahasa Perancis, “Troller” yang diserap menjadi Bahasa Inggris, “Trawl”, yang artinya tarik. Dalam Bahasa Indonesia Trawl dikenal dengan nama Pukat Harimau, atau pukat tarik. Menurut Nedelec dan Prado, 1990, Trawl adalah alat tangkap ikan yang terbuat dari jaring, berbentuk kerucut, dengan salah satu ujung terbuka lebar sebagai mulut dan semakin kecil di ujung lain sebagai kantong yang dapat dibuka atau ditutup. Jaring berbentuk kerucut ini ditarik di sepanjang dasar perairan dengan kecepatan dan jangka waktu tertentu. Berikut adalah ilustrasi pengertian trawl menurut Nedelec dan Prado, 1990.

Gambar Trawl Menurut Nedelec & Prado, 1990

Sedangkan menurut Organisasi PBB yang menangani urusan pangan dunia, atau FAO pada tahun 1995, mendefinisikan Trawl atau pukat harimau adalah Alat tangkap ikan yang terbuat dari jaring, dengan mulut jaring dapat terbuka lebar oleh papan (otter board) yang diikatkan pada kedua sisi mulut dan terbuka tegak oleh pelampung pada tali pelampung di pinggir atas mulut dan pemberat pada tali pemberat di pinggir bawah mulut jaring. Berikut adalah ilustrasi gambar trawl menurut FAO, 1995.

Ilustrasi gambat Trawl menurut FAO, 1995

Alat tangkap Trawl atau pukat harimau adalah alat tangkap ikan yang tidak selektif, karena selama ditarik oleh kapal atau selama melakuan operasi penanangkapan ikan, mulut jaring yang terbuka lebar dapat menelan semua benda yang berada di area yang dilewatinya. Trawl juga dikatakan sebagai alat penangkapan ikan yang destruktif, atau merusak, karena trawl dapat merusak terumbu karang yang menjadi habitat hidup ikan. Dengan rusaknya habitat ikan, maka produksi ikan akan menurun dalam jangka panjang. Atas dasar inilah, Alat penangkapan Pukat Harimau atau Pukat Hela atau pukat tarik, dan sejenisnya mulai dilarang oleh Pemerintah Indonesia sejak Tahun 1980 melalui Keppres No. 39 Tahun 1980 Tentang Penghapusan Jaring Trawl.

Trawl terdapat beberapa jenis, yang dikategorikan berdasarkan:

  1. Daerah penangkapan atau fishing ground
  2. Jumlah kapal yang menariknya atau trawler
  3. Jumlah jaring yang diturunkan ke dalam air atau fishing gear
  4. Letak penurunan jaring atau gear setting,
  5. Cara bukaan mulut jaring atau Gear opening system.
  1. Berdasarkan daerah penangkapan ikan, jenis-jenis trawl atau pukat harimau meliputi

Midwater trawl, yaitu pukat harimau atau trawl yang dioperasikan di bagian kolom perairan, atau di perairan pertengahan antara dasar perairan dan permukaan perairan.  Midwater trawl ditujukan untuk menangkap gerombolan ikan-ikan pelagis seperti tongkol, cakalang, selar, kembung, tenggiri, atau salmon.

midwater trawl atau pukat harimau di pertengahan perairan

Jenis trawl berdasarkan daerah penangkapan berikutnya adalah bottom trawl, yaitu trawl atau pukat harimau yang dioperasikan di dasar perairan. Bottom trawl ditujukan untuk menangkap ikan dengan target spesies ikan-ikan demersal, seperti udang, kepiting, ikan sebelah, dan lain sebagainya.

bottom trawl atau pukat harimau di dasar perairan

Berikutnya adalah beach seine, atau pukat pantai. Pukat pantai adalah jenis trawl yang dioperasikan di daerah pantai. Jenis trawl ini ditebar di daerah perairan yang dangkal dan ditarik oleh sekelompok nelayan yang berada di pantai.

Beach Seine or Beach trawl

2. Berdasarkan jumlah kapal penariknya, maka trawl dibagi menjadi

Pair trawl, yaitu trawl yang ditarik oleh dua buah kapal trawler, dan single ship trawl, yaitu trawl yang ditarik oleh satu buah kapal trawl.

Jenis trawl berdasarkan jumlah kapal penarik

3. Berdasarkan jumlah jaring yang diturunkan

Berdasarkan jumlah jaring yang diturunkan ke dalam air, trawl dibagi menjadi double-rig trawl, yaitu satu buah kapal menurunkan dua buah jaring trawl, dan single trawl dimana suatu kapal menurunkan satu unit jaring trawl.

Jenis trawl berdasarkan jumlah ajring yang diturunkan

4. Berdasarkan letak penurunan jaring dari kapal

Selanjutnya kategori trawl berdasarkan letak penurunan jaring atau teknik penurunan jaring trawl dari atas kapal, yang meliputi:

Side trawl, dimana jaring trawl, atau jaring pukat harimau diturunkan dari sisi lambung kiri atau lambung kanan kapal trawl, dan Stern trawl, yaitu jaring trawl yang diturunkan melalui bagian buritan kapal. Dan stern trawl ini merupakan jenis trawl yang umum digunakan oleh kapal-kapal trawl berukuran besar, atau super trawl.

Jenis trawl berdasarkan letak penurunan jaring dari kapal

5. Berdasarkan Cara Bukaan Mulut Jaring

Kategori trawl yang terakhir adalah berdasarkan cara bukaan mulut jaring trawl atau teknik penangkapan ikannya, yang terdiri dari:

Otter trawl, yaitu trawl yang bukaan mulut jaringnya adalah dengan menggunakan papan pembuka, atau yang disebut dengan otter board. Dan Beam trawl, dimana mulut jaring trawl menggunakan penyangga atau beam yang terbuat dari besi atau baja.

Jenis Trawl berdasarkan cara bukaan mulut jaring

Itulah pengertian trawl atau pukat harimau dan jenis-jenis trawl, yang jika dirangkum dalam bentuk tabel, maka akan kategori trawl akan terlihat seperti berikut ini:

Pembagian jenis-jenis trawl atau pukat harimau

CARA MENGHITUNG JUMLAH KAPAL IKAN DENGAN MENGGUNAKAN POTENSI LESTARI SUMBER DAYA IKAN (MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD)-Studi Kasus Penangkapan Ikan Pelagis di Perairan Sumatera Barat-

Hits: 0

Artikel ini sudah diterbitkan di Jurnal Wave milik BPPT Volume 12 Nomor1. Artikel ini dapat di download CARA MENGHITUNG JUMLAH KAPAL IKAN DENGAN MENGGUNAKAN POTENSI LESTARI SUMBER DAYA IKAN (MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD)-Studi Kasus Penangkapan Ikan Pelagis di Perairan Sumatera Barat-secara gratis.

CARA MENGHITUNG JUMLAH KAPAL IKAN DENGAN MENGGUNAKAN POTENSI LESTARI SUMBER DAYA IKAN (MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD)-Studi Kasus Penangkapan Ikan Pelagis di Perairan Sumatera Barat Versi Video dapat dilihat disini, atau download aplikasi belajar NKPI disini.

Trend produksi ikan tahun 2016 di PPS Bungus yang terletak di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat meningkat dalam kurun waktu 2007-2015. Hasil tangkapan tertinggi adalah di tahun 2015 sebanyak 5.025,59 ton. Akan tetapi kecenderungan peningkatan produksi tangkapan ini tidak menyebabkan peningkatan pada nilai tangkapannya. Nilai produksi per ton justru memperlihatkan trend penurunan. Pada tahun 2015, nilai produksi ikan per ton adalah Rp. 60.118.000. Nilai produksi ini sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai produksi pada tahun 2012 sebesar Rp. 89.645.000 per ton dengan hasil tangkapan sebanyak 4.155,9 ton.

Penurunan nilai produksi ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah tangkapan meningkat namun mutu ikan yang dalam hal ini adalah ukuran ikan yang ditangkap justru semakin mengecil. Ini menandakan bahwa terdapat dugaan bahwa perairan Sumatera Barat tersebut telah terlalu banyak dieksploitasi sehingga menimbulkan kelangkaan sumber daya ikan tersebut. Untuk menghindari kelangkaan sumerdaya tersebut, maka perlu pengendalian jumlah kapal penangkap ikan. Untuk menentukan jumlah kapal ikan, langkah pertama adalah menentukan jumlah potensi lestari sumber daya ikan (Maximum Sustainable Yield).

Potensi lestari sumber daya ikan dihitung dengan menggunakan metode surplus produksi. Jumlah kapal ikan dihitung dengan metode optimasi dengan kendala asli adalah jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dan kendala sasaran adalah jumlah tangkapan masing-masing tipe kapal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi overfishing di perairan Sumatera Barat sebanyak 2.011,27 ton dari jumlah yang seharusnya diperbolehkan yaitu 3.013,82 ton. Jumlah kapal ikan yang diperbolehkan adalah 31 unit kapal longline dan 146 unit kapal purse seine.

Download secara lengkap artikel CARA MENGHITUNG JUMLAH KAPAL IKAN DENGAN MENGGUNAKAN POTENSI LESTARI SUMBER DAYA IKAN (MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD)-Studi Kasus Penangkapan Ikan Pelagis di Perairan Sumatera Barat-disini.