Views: 21
Banyak sekali buku dan artikel mengenai kepuasan pelanggan yang dari waktu ke waktu selalu menjadi fenomena menarik untuk dikaji. Kepuasan pelanggan merupakan pengetahuan yang dinamis, selalu berubah dan terbuka pada langkah korektif lebih baik. Dari sekian banyak referensi tentang kepuasan pelanggan, muncul pertanyaan: yang dimaksud pelanggan itu siapa?
Konsumen akhir (end consumer) atau perantara/pengecer yang biasa juga disebut sebagai customer. Dilihat dari perspektif tadi, maka terjadi perbedaan yang sangat mendasar atas obyek kebutuhannya. Pelanggan akhir sebagai konsumen, orientasinya—selain fitur produk—juga manfaat produk yang dirasakan, sehingga pelayanan merupakan bagian dari kontekstual hal tersebut.
Jika kita melihat kepuasan pelanggan dari pengertian customer adalah pelanggan atau para pedagang perantara, maka obyektif kepuasan yang dimaksud sudah mengalami pergeseran, yaitu produk komersial menjadi pelengkap dan kebutuhan utama, selain fitur produk dan manfaat produk.
Dari pengamatan kami, yang menggeluti dunia penjualan dan distribusi, terhadap perspektif para pedagang eceran tentang kepuasan yang mereka harapkan dari para distributor melalui jajaran penjualnya (sales force), maka pemenuhan kebutuhan kepuasan pelanggan dapat dikategorikan dalam empat bagian, yaitu:
1. Kepuasan Atas Marjin
Kepuasan ini adalah adanya “kepastian” marjin yang diperoleh atas produk yang dijualnya. Kepastian di sini bukan semata-mata keuntungan yang besar, namun keuntungan yang wajar dan tidak terjadinya perang harga, baik antar-sesama pedagang, bahkan para illegal importir yang mengganggu harga beli dan harga jual.
Biasanya bagi para pedagang besar/grosir, tolok ukur yang paling mudah untuk persentase marjin produk yang dijualnya adalah sekurang-kurangnya 2 kali lebih besar dari suku bunga bank. Sedangkan bagi para pengecer kecil, kisarannya 5–15%; bagi pasar modern biasanya dalam situasi normal bisa 12–25%, sementara beberapa produk komoditi tertentu (seperti beras, gula, terigu, rokok, dan susu) mendapat pengecualian bisa saja di bawah kisaran tadi.
2. Kepuasan Atas Kualitas Produk
Kepuasan atas kualitas produk dari perspektif pengecer di sini adalah bisa diterima tanpa adanya keluhan dari para pembeli/konsumen akhir maupun pedagang eceran di bawahnya; kadaluwarsa produk cukup panjang; terjadi siklus order ulang yang tinggi; serta tidak mudah pecah, berubah warna, meleleh, membeku, berubah wangi, mengendap, dan lain-lain.
Kepuasan ini juga mencakup dukungan promosi yang membantu selling out di toko, stok selalu siap, termasuk ada sample produk untuk kasus tertentu, dan yang tidak kalah pentingnya adalah kemudahan dalam pengembalian barang atau penukaran barang (tidak birokratis).
3. Kepuasan Atas Problem-Solving Skill Salesman
Banyak perusahaan sangat membatasi kewenangan, informasi maupun pengetahuan yang semestinya dimiliki oleh para jajaran penjual—yang berhadapan langsung dengan para pelanggannya. Batasan ini biasanya meliputi kepastian kecukupan stok order, kepastian pengiriman produk yang diorder, batasan otorisasi wewenang produk kembali/tukar, dan toleransi pembayaran pada situasi sulit.
Memang dalam kasus tertentu diperlukan batasan yang jelas dan tegas untuk menghindari hal-hal yang mungkin akan merugikan perusahaan. Namun di lain pihak, para pelanggan pun mengharapkan adanya kecepatan dalam mendapatkan keputusan dan solusi dari jajaran penjual pada saat mereka datang—bukan ucapan, “Nanti saya harus lapor bos dulu.“ Jawaban klasik seperti itu terjadi di hampir setiap situasi saat pelanggan memberikan keberatan (objection). Dan hal ini merupakan situasi yang membuat pelanggan tidak puas.
4. Kepuasan Atas Intensitas Sales Coverage
Seperti yang kita ketahui, kini semakin banyak product item dan product category baru. Sementara itu, luas areal penjualan hampir tidak berkembang, terlebih lagi di kota besar yang harga tanah untuk jual maupun sewa sangat mahal.
Karenanya, para pengecer cenderung dari melakukan langkah simpel. Pertama, membuang daftar produk yang kurang laku (setelah habis tidak melakukan order ulang). Langkah kedua, mengurangi kuantitas order. Perlakuan mengurangi kuantitas order ini terjadi juga pada produk-produk laku, di mana biasanya produk laku akan membutuhkan order besar dan gudang besar.
Maka solusi yang bisa dilakukan adalah dengan cara meningkatkan “frekuensi dan intensitas” kunjungan; kepastian hari kunjungan untuk permintaan order maupun jadwal tagihan; kisaran jam kunjungan; serta dapat dilakukan dengan multi kunjungan, yaitu selain secara fisik, juga melalui telepon, faks atau lainnya.