PENGERTIAN, DAMPAK, DAN SEJARAH FOOD ESTATE DI INDONESIA

Visits: 23

Food estate adalah suatu program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dengan mengembangkan lahan pertanian, perkebunan, dan peternakan di suatu kawasan. Jenis tanaman yang ditanam di food estate bervariasi tergantung pada lokasi, kondisi lahan, dan kebutuhan pasar. Beberapa komoditi prioritas yang umum ditanam di food estate adalah Padi, Jagung, Kedelai, Ubi kayu, Ubi jalar, Kacang tanah, Buah-buahan, Sayur-sayuran, Sagu, Kelapa sawit, Tebu dan Ternak sapi atau ayam. Selain itu, ada juga beberapa tanaman lain yang ditanam di food estate, seperti cabai, bawang merah, gula, jeruk, dan kelapa.

Program food estate adalah program pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, dan peternakan di suatu kawasan. Indonesia sudah beberapa kali melakukan program food estate, yaitu adalah sebagai berikut:

1. Program food estate era I: Pada tahun 1995, Presiden Soeharto mencanangkan Proyek Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar di Kalimantan Tengah. proyek ini dinyatakan selesai pada tahun 1998 oleh Presiden BJ Habibie.

2. Program food estate era II: Pada tahun 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meluncurkan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) di Papua.

3. Program food estate era III: Pada tahun 2020, Presiden Joko Widodo menginisiasi program food estate sebagai antisipasi terhadap ancaman krisis pangan akibat pandemi Covid-19. Proyek ini ditargetkan untuk mengembangkan 1,4 juta hektar lahan gambut di Kalimantan Tengah dan 30 ribu hektar lahan di Sumatera Utara.

Konsep food estate sering digunakan oleh pemerintah atau lembaga yang bertugas dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan suatu negara atau wilayah. Tidak ada informasi pasti tentang siapa pencetus food estate di dunia. Namun, ada beberapa negara yang telah menerapkan konsep ini sebelum Indonesia, seperti Brasil, Thailand, dan Malaysia. Negara-negara ini mengembangkan food estate dengan berbagai model, seperti agroforestry, agroindustry, dan agrotourism.

Program food estate harus dikelola dengan hati-hati dan melibatkan partisipasi dari semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, petani, masyarakat lokal, dan organisasi lingkungan. Program food estate harus mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi dalam mencapai tujuan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Hal ini karena food estate memiliki dampak lingkungan yang apabila tidak dikelola dengan baik justru akan merugikan negara itu sendiri. Ada beberapa dampak lingkungan yang berpotensi terjadi akibat program food estate, antara lain :

  1. Deforestasi. Konversi lahan hutan alam dan gambut menjadi lahan pertanian dapat menyebabkan hilangnya tutupan hutan, keanekaragaman hayati, dan fungsi ekosistem. Deforestasi juga dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memperparah perubahan iklim.
  2. Kerusakan ekosistem. Pengembangan lahan pertanian yang luas dapat mengganggu keseimbangan ekosistem, seperti siklus air, kesuburan tanah, dan polinasi. Penggunaan pupuk, pestisida, dan irigasi yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran air, tanah, dan udara.
  3. Konflik tanah dan hak masyarakat adat. Pembukaan lahan pertanian di kawasan food estate dapat menimbulkan konflik dengan masyarakat lokal yang memiliki hak atas tanah dan sumber daya alam. Masyarakat adat juga dapat kehilangan mata pencaharian, budaya, dan identitas mereka akibat program food estate. Demikianlah penjelasan singkat tentang pengertian, dampak, dan sejarah food estate di Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published.