Views: 18
Tentunya kita sering mendengar nasehat dan ceramah dari ahli agama “jangan menunda apa yang harus dilakukan. Selalu berdoa dan mohon amppun kepada Tuhan, karena tak satu orangpun tahu berapa lama dia akan hidup. Jangankan besok, satu jam lagi pun kita tidak pernah tahu.”
Apa yang dikatakan para ahli agama itu tentunya benar adanya. Lima tahun lalu, ada seorang teman yang datang kepada saya, untuk dibantu menguruskan asuransi kredit rumahnya. Kakaknya yang bernama Ida baru saja meninggal dunia. Sebelumnya, Ida adalah nasabah saya sebagai pemegang polis asuransi jiwa ketika Ida belum berkeluarga. Ketika Ida akan menikah, beliau memberhentikan asuransinya dan mengambil tunai polis asuransi untuk menambah biaya pernikahannya. Pada tahun 2003, akhirnya Ida bersama suaminya memutuskan untuk membeli sebuah rumah dan mengambil kredit dari sebuah Bank. Atas pertimbangan bersama, rumah dan cicilan diambil atas nama Ida. Ketika itu Ida sedang mengandung anak ke 2, usia kandungannya 5 bulan. Sesuai persyaratan untuk mengambil pinjaman di sebuah Bank, Ida membeli asuransi jiwa untuk meng-cover seluruh jumlah pinjaman dari perusahaan asuransi yang telah ditunjuk oleh Bank. Setelah selesai prosedurnya, maka dana dikucurkan oleh Bank dan rumah siap ditempati oleh Ida dan keluarganya. Sampailah pada waktu melahirkan. Karena sesuatu hal, Ida harus melalui proses operasi Caesar dalam melahirkan. Adanya pendarahan setelah operasi menyebabkan Ida meninggal dunia dengan meninggalkan bayi yang baru lahir, anak pertama yang berusia 2 tahun, dan suami tercinta.
Sudah jatuh tertimpa tangga pula, begitu kata pepatah. Dalam kesedihan yang amat sangat, sang suami memanggil ibunya untuk membantu mengurus kedua anaknya yang masih kecil-kecil. Belum habis kesedihannya, Sang Suami mendapat berita bahwa rumah yang ditempati akan disita oleh Bank, karena cicilan rumah belum dibayar beberapa bulan.
Ya, Tuhan … mengapa bisa begitu? Bukankah sudah membeli asuransi untuk melindungi keluarga secara finansil jika terjadi musibah seperti ini?. Usut punya usut, setelah saya tanyakan seluruh dokumen asuransinya, ternyata ketika mengajukan aplikasi untuk asuransi, almarhumah tidak menuliskan kondisinya yang sedang hamil 5 bulan.
Satu cerita lagi yang saya ingin berbagi dengan teman-teman. Ketika anak sulung saya akan menghadapi Ujian Akhir Negaratahun 2005, saya dihubungi oleh salah satu orang tua murid. Dia meminta saya untuk dapat turut memberikan sumbangan kepada salah satu anak di kelas anak saya yang sulung. Alasannya adalah, kita sebut saja namanya Magdalena , tidak dapat mengikuti ujian karena belum membayar iuran sekolah selama 2 tahun, dan uang ujian. Setelah mengumpulkan cukup dana dari sekitar sepuluh orang tua murid, akhirnya Magdalena dapat mengikuti ujian.
Saya bertanya: “Kenapa Magdalena tidak membayar iuran sekolahnya?” Ternyata Ibu dari Magdalena terkena kanker payudara. Setelah 3 tahun menderita sakit, beliau meninggal dunia. Lalu apa hubungannya dengan iuran sekolah Magdalena ? Biaya pengobatan Ibunya, menghabiskan seluruh kekayaan orang tuanya—rumah, mobil bahkan meninggalkan hutang kepada kerabatnya. Akhirnya, Magdalena dan keluarganya tinggal di rumah neneknya. Yang perlu dicatat dari pengalaman ini adalah, bahwa yang menderita sakit dan wafat adalah seorang ibu rumah tangga dan bukan pencari nafkah (tidak bekerja). Apa yang terjadi bila seorang yang menderita sakit dan wafat adalah si pencari nafkah?
Tentunya kita merasa prihatin dengan kedua cerita di atas? Mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa keluarga tercinta menjadi terlantar?. Apakah ada jalan keluar dari kondisi-kondisi di atas?
hampir semua orang memberikan alasan, bahwa mereka tidak memerlukan asuransi, atau mereka tidak mau menyisihkan uang membeli asuransi. Banyak orang yang hanya bergantung kepada asuransi yang diberikan oleh perusahaan tempat bekerja ataupun pemerintah.
Banyak orang yang belum menyadari pentingnya asuransi bagi keluarga mereka. Dan bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, mereka mengatakan bahwa itu adalah nasib. Kembali menurut pemuka agama manapun, nasib itu bisa dirubah dengan suatu usaha.
Usaha apa yang bisa dilakukan untuk melindungi keluarga tercinta dari perlindungan finansial? Terutama bagi seseorang yang menjadi pencari nafkah bagi keluarganya.
Hal-hal di atas tidak akan terjadi bila sebuah keluarga memiliki :
1. Asuransi jiwa untuk pencari nafkah (laki-laki ataupun perempuan) dan asuransi cacat tetap total. Asuransi yang diperlukan adalah asuransi jiwa yang cukup untuk membantu keluarga yang ditinggalkan bangkit kembali. Besarannya tergantung pengeluaran sebuah keluarga. Minimal uang pertanggungan asuransi jiwa sebesar 5 tahun x pengeluaran setahun. Diharapkan dengan uang pertanggunan sebesar itu, dapat membantu keluarga bangkit kembali dari keterpurukan karena pencari nafkah meninggal dunia atau mendapat cacat tetap total. Semakin besar uang pertanggungan semakin baik.
2. Dalam kasus Ida, seseorang yang mengajukan kredit cicilan untuk menambah aset (rumah, mobil, motor dan lain sebagainya) wajib membeli asuransi untuk melindungi aset yang sudah dikumpulkan. Besarannya sebesar harga pembelian. Ini harus dimiliki oleh sebuah keluarga yang mempunyai pinjaman, agar bila peminjam meninggal, aset tidak disita oleh bank atau leasing, karena sisa pinjaman sudah dilunasi oleh perusahaan asuransi.
3. Isilah seluruh formulir pengajuan asuransi sesuai dengan kondisi kesehatan saat penandatangan. Jangan pernah mau, menandatangani formulir apapun kalau belum membaca isiannya. Bila saja peminjam mempunyai penyakit yang sudah ada, atau dalam kondisi hamil, tulislah kondisi kesehatan sejujur-jujurnya dalam formulir pengajuan asuransi. Bila ada satu saja yang tidak diisi dengan tidak benar, dan pemegang polis meninggal dunia, perusahaan asuransi tidak akan membayarkan klaimnya, karena dianggap telah terjadi kebohongan. Mengapa seperti itu? Karena premi asuransi dari invidu yang memiliki penyakit lebih mahal dibandingkan individu yang sehat. Dalam hal ini asuransi melindungi aset anda.
4. Dalam sebuah keluarga, ayah dan ibu wajib mempunyai asuransi penyakit kritis. Besar uang pertanggungan jangan sekedarnya. Hitung berapa biaya operasi bila terkena sakit kanker, jantung, gagal ginjal atau penyakit kritis lainnya, lalu tambahkan dengan biaya pasca operasi (biaya pengobatan sesudah operasi). Misalnya : biaya operasi $2500, biaya pengobatan selama 10 tahun $1000, uang pertanggunan berarti $3500. Mengapa asuransi penyakit kritis diperlukan? Karena penyakit kritis inilah yang dapat menggerogoti aset yang telah dikumpulkan selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun.
5. Asuransi kesehatan rawat inap. Bukan saja penyakit kritis yang memerlukan uang banyak, tetapi penyakit wabah yang perlu dirawat di rumah sakit memerlukan biaya yang tidak sedikit. Belilah asuransi kesehatan untuk melindungi tabungan dan paper asset anda. Bila asuransi kesehatan yang diperoleh dari perusahaan sudah mencukupi, anda tidak perlu membeli asuransi kesehatan lagi.
6. Setelah semua tercukupi, rencanakan biaya pendidikan anak-anak anda. Sarana yang dapat digunakan adalah asuransi pendidikan, bungan pendidikan atau program lainnya, terutama untuk perguruan tinggi. Besarannya dapat anda tentukan dengan memperhitungkan unsur inflasi. Untuk memastikan bahwa investasi untuk biaya pendidikan mencukupi dan dapat digunakan tepat pada waktunya, anda dapat meminta bantuan dari Financial Planner, atau anda dapat juga membeli software yang khusus didisain untuk menghitung biaya pendidikan.
Lakukan peninjauan kembali uang pertanggungan minimal 2 tahun sekali. Kemungkinan besar karena adanya inflasi, uang pertanggungan yang dimiliki nilainya menjadi berkurang dua tahun kemudian.
Klik disini untuk versi Bahasa Inggris.