Category Archives: perikanan

Pengertian Rumpon Ikan Atau Fish Aggrergating Device (FAD)

Visits: 340

Menurut (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 2 tahun 2011 tentang Jalur penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan ikan dan Alat bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan 2011), pengertian rumpon ikan atau Fish Aggregating Devices (FAD) adalah alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan menggunakan berbagai bentuk dan jenis pemikat/atraktor dari benda padat yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul. Menurut (Bagi B Jayanto 2012), rumpon mempunyai konstruksi menyerupai pepohonan yang dipasang/ditanam pada kedalaman tertentu di suatu tempat di perairan laut yang berfungsi sebagai tempat berlindung, mencari makan, memijah, dan tempat berkumpulnya ikan. Lebih lanjut (Bagi B Jayanto 2012) menyatakan bahwa rumpon emrupakan alat bantu penangkapan ikan yang fungsinya sebagai pembantu untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul di suatu tempat yang selanjutnya diadakan usaha penangkapan ikan.

Menurut (Ardidja, Bahan Alat Penangkap Ikan 2010), ditinjau dari lokasi pemasangannya, rumpon dibagi menjadi dua jenis, yaitu rumpon laut dalam dan rumpon perairan dangkal. Dari segi pengoperasiannya, rumpon dibagi menjadi rumpon tetap, dimana rumpon terpasang di laut tanpa perlu diambil atau dipindahkan, dan rumpon tidak tetap, yaitu rumpon yang pemasangannya dapat dipindah-pindah ke lain tempat. Ditinjau dari segi bahan, rumpon terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu rumpon yang terbuat dari bahan tumbuhan, rumpon yang terbuat dari bahan bukan tumbuhan, dan rumpon yang dibuat dari gabungan antara bahan tumbuhan dengan bahan yang bukan tumbuhan. Gambar 1 menunjukkan konstruksi rumpon tetap laut dalam berbahan tumbuhan.

Gambar 1. konstruksi rumpon laut dalam berbahan tumbuhan

Rumpon merupakan fishing ground buatan, yaitu suatu metode bagaimana mengumpulkan ikan dengan menciptakan suasana atau lingkungan yang mirip dengan habitat asli dari jenis ikan yang hendak dikumpulkan. Pemilihan bahan untuk rumpon tersebut didasarkan pada penciptaan kondisi lingkungan tersebut. Salah satunya untuk menciptakan rantai makanan. Penciptaan rantai makanan pada rumpon dibagi menjadi dua proses. Proses yang pertama adalah menciptakan rantai makanan yang akan menghasilkan kelimpahan zooplankton dan macronekton. Proses kedua adalah menciptakan berlangsungnya hukum alam pada kehidupan ikan yaitu sifat predator (ikan besar karnivora atau omnivora memakan ikan yang lebih kecil). Pada proses yang kedua inilah yang diharapkan terjadi pengumpulan gerombolan berbagai jenis dan ukuran ikan, dimulai dari ikan-ikan yang berukuran kecil hingga yang berukuran besar secara bertahap. Bila diperkirakan telah terkumpul ikan-ikan dalam jumlah yang banyak, maka fungsi rumpon telah tercipta dengan baik (Ardidja, Bahan Alat Penangkap Ikan 2010).

Apa itu Zona Penangkapan Ikan Terukur ?

Visits: 317

Zona Penangkapan Ikan Terukur

Pada tanggal 6 Maret 2023, Pemerintah Indonesia resmi mengeluarkan peraturan pemerintah baru di bidang penangkapan ikan, yaitu peraturan pemerintah nomor 11 tahun 2023 tentang penangkapan ikan terukur. Dimana penangkapan ikan terukur adalah Penangkapan ikan yang terkendali dan proporsional, dilakukan di zona penangkapan ikan terukur, berdasarkan kuota penangkapan ikan dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya serta pemerataan pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan definisi tersebut, maka akan terdapat zona penangkapan ikan, dan kuota penangkapan ikan.

Zona penangkapan ikan adalah Wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia atau WPP-RI dan laut lepas yang dikelola untuk pemanfaatan sumber daya ikan dengan penangkapan ikan secara terukur. Berdasarkan peraturan pemerintah ini, dari 11 Wilayah pengelolaan Perikanan yang sudah diatur dibagi menjadi 6 zona penangkapan ikan terukur, yaitu:

Penjelasan video tentang zona penangkapan ikan

Zona 1, terdiri dari satu WPP, yaitu WPP 711 yang meliputi Selat karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan

Zona 2, terdiri dari 2 WPP, yaitu , WPP 716 meliputi Laut Sulawesi, dan WPP 717, Meliputi Laut Halmahera dan Samudera Pasifik sebelah Utara papua.

Zona 3, terdiri dari 3 WPP, yaitu WPP 715, Meliputi laut maluku dan laut seram, WPP 714, Meliputi Laut Banda, dan WPP 718, Meliputi Laut Arafuru.

Zona 4, terdiri dari 2 WPP, yaitu Wpp 573. Meliputi Samudera Hindia Sebelah Barat Sumatera, dan WPP 573, meliputi Samudera Hindia Sebelah Selatan Jawa

Zona 5, terdiri dari 1 WPP, yaitu WPP 571, yang meliputi Selat Malaka

Zona 6, terdiri dari 2 WPP, yaitu WPP 712, meliputi Laut Jawa, dan WPP 713 yang meliputi Selat makassar dan laut Flores.

Berikutnya, peraturan pemerintahno 11 tahun 2023 juga mengatur kuota penangkapan ikan di zona penangkapan ikan. Yang dimaksud dengan kuota penangkapan ikan menurut peraturan pemerintah ini adalah alokasi sumberdaya ikan atau jumlah ikan yang dapat dimanfaatkan dengan penangkapan ikan terukur.

Kuota penangkapan ikan dibagi menjadi 3 kuota, yaitu

1. Kuota industri, yang diberikan pada setiap zona penangkapan ikan terukur di atas 12 mul laut.

2. Kuota nelayan lokal yang diberikan pada setiap zona penangkapan ikan terukur sampai dengan 12 mul laut.

3. Kuota kegiatan bukan untuk tujuan komersial, yaitu kuota untuk kegiatan Pendidikan, pelatihan, penelitian, kesenangan, dan wisata. Kuota ini diberikan pada tiap zona penangkapan ikan terukur sampai dengan 12 mil laut dan di atas 12 mil laut.

Selanjutnya pada zona penangkapan ikan, diatur juga mengenai siapa saja yang dapat memanfaatkan kuota industri. Nelayan kecil dan Badan usaha beupa Perseroan terbatas atau Koperasi yang memiliki kegiatan usaha penangkapan ikan berupa penanaman modal dalam negeri atau penanaman modal asing, dapat memanfatkan kuota industri pada Zona 1, Zona 2, Zona 3, dan Zona 4. Sementara itu Badan Usaha berupa penanaman modal asing tidak dapat memanfaatkan kuota industry pada Zona 5 dan Zona 6.

Itulah gambaran mengenai zona penangkapan ikan dan kuota penangkapan ikan berdasarkan peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2023 dimana tujuan adanya peraturan ini adalah tentunya untuk memaksimalkan pemanfaatan perairan Indonesia secara adil, merata dan berkelanjutan

PENGERTIAN TRAWL ATAU PUKAT HARIMAU DAN JENIS-JENIS TRAWL

Visits: 304

Artikel kali ini adalah membahas tentang pengertian trawl atau pukat harimau dan jenis-jenis trawl. Materi PENGERTIAN TRAWL ATAU PUKAT HARIMAU DAN JENIS-JENIS TRAWL dapat dilihat melalui aplikasi Belajar NKPI.

Atau dapat dilihat di youtube channel: yusepchannel33

Kata Trawl adalah berasal dari Bahasa Perancis, “Troller” yang diserap menjadi Bahasa Inggris, “Trawl”, yang artinya tarik. Dalam Bahasa Indonesia Trawl dikenal dengan nama Pukat Harimau, atau pukat tarik. Menurut Nedelec dan Prado, 1990, Trawl adalah alat tangkap ikan yang terbuat dari jaring, berbentuk kerucut, dengan salah satu ujung terbuka lebar sebagai mulut dan semakin kecil di ujung lain sebagai kantong yang dapat dibuka atau ditutup. Jaring berbentuk kerucut ini ditarik di sepanjang dasar perairan dengan kecepatan dan jangka waktu tertentu. Berikut adalah ilustrasi pengertian trawl menurut Nedelec dan Prado, 1990.

Gambar Trawl Menurut Nedelec & Prado, 1990

Sedangkan menurut Organisasi PBB yang menangani urusan pangan dunia, atau FAO pada tahun 1995, mendefinisikan Trawl atau pukat harimau adalah Alat tangkap ikan yang terbuat dari jaring, dengan mulut jaring dapat terbuka lebar oleh papan (otter board) yang diikatkan pada kedua sisi mulut dan terbuka tegak oleh pelampung pada tali pelampung di pinggir atas mulut dan pemberat pada tali pemberat di pinggir bawah mulut jaring. Berikut adalah ilustrasi gambar trawl menurut FAO, 1995.

Ilustrasi gambat Trawl menurut FAO, 1995

Alat tangkap Trawl atau pukat harimau adalah alat tangkap ikan yang tidak selektif, karena selama ditarik oleh kapal atau selama melakuan operasi penanangkapan ikan, mulut jaring yang terbuka lebar dapat menelan semua benda yang berada di area yang dilewatinya. Trawl juga dikatakan sebagai alat penangkapan ikan yang destruktif, atau merusak, karena trawl dapat merusak terumbu karang yang menjadi habitat hidup ikan. Dengan rusaknya habitat ikan, maka produksi ikan akan menurun dalam jangka panjang. Atas dasar inilah, Alat penangkapan Pukat Harimau atau Pukat Hela atau pukat tarik, dan sejenisnya mulai dilarang oleh Pemerintah Indonesia sejak Tahun 1980 melalui Keppres No. 39 Tahun 1980 Tentang Penghapusan Jaring Trawl.

Trawl terdapat beberapa jenis, yang dikategorikan berdasarkan:

  1. Daerah penangkapan atau fishing ground
  2. Jumlah kapal yang menariknya atau trawler
  3. Jumlah jaring yang diturunkan ke dalam air atau fishing gear
  4. Letak penurunan jaring atau gear setting,
  5. Cara bukaan mulut jaring atau Gear opening system.
  1. Berdasarkan daerah penangkapan ikan, jenis-jenis trawl atau pukat harimau meliputi

Midwater trawl, yaitu pukat harimau atau trawl yang dioperasikan di bagian kolom perairan, atau di perairan pertengahan antara dasar perairan dan permukaan perairan.  Midwater trawl ditujukan untuk menangkap gerombolan ikan-ikan pelagis seperti tongkol, cakalang, selar, kembung, tenggiri, atau salmon.

midwater trawl atau pukat harimau di pertengahan perairan

Jenis trawl berdasarkan daerah penangkapan berikutnya adalah bottom trawl, yaitu trawl atau pukat harimau yang dioperasikan di dasar perairan. Bottom trawl ditujukan untuk menangkap ikan dengan target spesies ikan-ikan demersal, seperti udang, kepiting, ikan sebelah, dan lain sebagainya.

bottom trawl atau pukat harimau di dasar perairan

Berikutnya adalah beach seine, atau pukat pantai. Pukat pantai adalah jenis trawl yang dioperasikan di daerah pantai. Jenis trawl ini ditebar di daerah perairan yang dangkal dan ditarik oleh sekelompok nelayan yang berada di pantai.

Beach Seine or Beach trawl

2. Berdasarkan jumlah kapal penariknya, maka trawl dibagi menjadi

Pair trawl, yaitu trawl yang ditarik oleh dua buah kapal trawler, dan single ship trawl, yaitu trawl yang ditarik oleh satu buah kapal trawl.

Jenis trawl berdasarkan jumlah kapal penarik

3. Berdasarkan jumlah jaring yang diturunkan

Berdasarkan jumlah jaring yang diturunkan ke dalam air, trawl dibagi menjadi double-rig trawl, yaitu satu buah kapal menurunkan dua buah jaring trawl, dan single trawl dimana suatu kapal menurunkan satu unit jaring trawl.

Jenis trawl berdasarkan jumlah ajring yang diturunkan

4. Berdasarkan letak penurunan jaring dari kapal

Selanjutnya kategori trawl berdasarkan letak penurunan jaring atau teknik penurunan jaring trawl dari atas kapal, yang meliputi:

Side trawl, dimana jaring trawl, atau jaring pukat harimau diturunkan dari sisi lambung kiri atau lambung kanan kapal trawl, dan Stern trawl, yaitu jaring trawl yang diturunkan melalui bagian buritan kapal. Dan stern trawl ini merupakan jenis trawl yang umum digunakan oleh kapal-kapal trawl berukuran besar, atau super trawl.

Jenis trawl berdasarkan letak penurunan jaring dari kapal

5. Berdasarkan Cara Bukaan Mulut Jaring

Kategori trawl yang terakhir adalah berdasarkan cara bukaan mulut jaring trawl atau teknik penangkapan ikannya, yang terdiri dari:

Otter trawl, yaitu trawl yang bukaan mulut jaringnya adalah dengan menggunakan papan pembuka, atau yang disebut dengan otter board. Dan Beam trawl, dimana mulut jaring trawl menggunakan penyangga atau beam yang terbuat dari besi atau baja.

Jenis Trawl berdasarkan cara bukaan mulut jaring

Itulah pengertian trawl atau pukat harimau dan jenis-jenis trawl, yang jika dirangkum dalam bentuk tabel, maka akan kategori trawl akan terlihat seperti berikut ini:

Pembagian jenis-jenis trawl atau pukat harimau

CARA MENGHITUNG JUMLAH KAPAL IKAN DENGAN MENGGUNAKAN POTENSI LESTARI SUMBER DAYA IKAN (MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD)-Studi Kasus Penangkapan Ikan Pelagis di Perairan Sumatera Barat-

Visits: 1

Artikel ini sudah diterbitkan di Jurnal Wave milik BPPT Volume 12 Nomor1. Artikel ini dapat di download CARA MENGHITUNG JUMLAH KAPAL IKAN DENGAN MENGGUNAKAN POTENSI LESTARI SUMBER DAYA IKAN (MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD)-Studi Kasus Penangkapan Ikan Pelagis di Perairan Sumatera Barat-secara gratis.

CARA MENGHITUNG JUMLAH KAPAL IKAN DENGAN MENGGUNAKAN POTENSI LESTARI SUMBER DAYA IKAN (MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD)-Studi Kasus Penangkapan Ikan Pelagis di Perairan Sumatera Barat Versi Video dapat dilihat disini, atau download aplikasi belajar NKPI disini.

Trend produksi ikan tahun 2016 di PPS Bungus yang terletak di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat meningkat dalam kurun waktu 2007-2015. Hasil tangkapan tertinggi adalah di tahun 2015 sebanyak 5.025,59 ton. Akan tetapi kecenderungan peningkatan produksi tangkapan ini tidak menyebabkan peningkatan pada nilai tangkapannya. Nilai produksi per ton justru memperlihatkan trend penurunan. Pada tahun 2015, nilai produksi ikan per ton adalah Rp. 60.118.000. Nilai produksi ini sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai produksi pada tahun 2012 sebesar Rp. 89.645.000 per ton dengan hasil tangkapan sebanyak 4.155,9 ton.

Penurunan nilai produksi ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah tangkapan meningkat namun mutu ikan yang dalam hal ini adalah ukuran ikan yang ditangkap justru semakin mengecil. Ini menandakan bahwa terdapat dugaan bahwa perairan Sumatera Barat tersebut telah terlalu banyak dieksploitasi sehingga menimbulkan kelangkaan sumber daya ikan tersebut. Untuk menghindari kelangkaan sumerdaya tersebut, maka perlu pengendalian jumlah kapal penangkap ikan. Untuk menentukan jumlah kapal ikan, langkah pertama adalah menentukan jumlah potensi lestari sumber daya ikan (Maximum Sustainable Yield).

Potensi lestari sumber daya ikan dihitung dengan menggunakan metode surplus produksi. Jumlah kapal ikan dihitung dengan metode optimasi dengan kendala asli adalah jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dan kendala sasaran adalah jumlah tangkapan masing-masing tipe kapal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi overfishing di perairan Sumatera Barat sebanyak 2.011,27 ton dari jumlah yang seharusnya diperbolehkan yaitu 3.013,82 ton. Jumlah kapal ikan yang diperbolehkan adalah 31 unit kapal longline dan 146 unit kapal purse seine.

Download secara lengkap artikel CARA MENGHITUNG JUMLAH KAPAL IKAN DENGAN MENGGUNAKAN POTENSI LESTARI SUMBER DAYA IKAN (MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD)-Studi Kasus Penangkapan Ikan Pelagis di Perairan Sumatera Barat-disini.

potensi sumberdaya ikan di wpp indonesia

Visits: 37

Materi Potensi Sumberdaya Ikan di WPP Indonesia versi video dapat dilihat melalui aplikasi Belajar NKPI:

Atau dapat dilihat di channel youtube : Yusepchannel

Data potensi sumberdaya ikan di wpp Indonesia ini diambil dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Januari, 2018). Dan Peta sebaran pemanfaatan tiap jenis ikan diambil dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan , Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Tahun 2016.

Yang pertama adalah
WPP 571 Meliputi Selat Malaka dan Laut Andaman. Wilayah ini memiliki karakteristik perairan dangkal dengan kedalaman kurang dari 200 meter
Potensi tangkapan adalah 425.444 ton per tahun. Jenis ikan yang masih dalam status moderate adalah Ikan karang dan cumi-cumi. Sedangkan jenis ikan pelagis besar dan rajungan, sudah mencapai fully exploited,
dan jenis ikan demersal, pelagis kecil, udang, lobster, dan kepiting sudah over exploited.

WPP 572 meliputi Perairan Samudera Hindia sebelah barat sumatera dan selat sunda. Wilayah ini memiliki karakteristike perairan berkedalaman lebih dari 200 meter. Potensi tangkapan adalah 992.779 ton per tahun. Jenis ikan yang masih dalam status moderate adalah Ikan karang dan cumi-cumi. Sedangkan jenis ikan demersal, pelagis kecil, dan rajungan sudah mencapai fully exploited, dan jenis ikan pelagis besar, udang, lobster, dan rajungan sudah over exploited.

WPP 573 meliputi Samudera Hindia sebelah selatan Jawa hingga selatan Nusa Tenggara, Laut sawu dan laut Timor Bagian Barat. Wilayah ini memiliki karakteristike perairan berkedalaman lebihd dari 200 meter
Potensi tangkapan adalah 1.267.540 ton per tahun. Berdasarkan data dari Dirjen Tangkap KKP, wilayah ini sudah tidak ada ikan yang berada dalam status dalam status moderate. Jenis ikan pelagis besar, pelagis kecil, demersal, lobster, dan rajungan sudah mencapai fully exploited,
dan jenis ikankarang, cumi-cumi, udang, dan kepiting sudah over exploited.

WPP 711 meliputi Selat karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan.
Wilayah ini memiliki karakteristike perairan dangkal berkedalaman kurang dari 200 meter. Potensi tangkapan adalah 613.429 ton per tahun. Jenis ikan yang masih dalam status moderate adalah pelagis besar Sedangkan jenis ikan demersal, rajungan, dan ikan karang sudah mencapai fully exploited, dan jenis ikan pelagis kecil, lobster, cumi-cumi, udang, dan kepiting sudah over exploited.

WPP 712 meliputi Perairan Laut Jawa. Wilayah ini memiliki karakteristike perairan dangkal berkedalaman kurang dari 200 meter
Potensi tangkapan adalah 1.341.632 ton per tahun. Wilayah ini sudah tidak ada ikan yang berstatus pemanfaatan moderate. Jenis ikan demersal, ikan karang, dan pelagis kecil sudah mencapai fully exploited,
Sedangkan jenis ikan cumi-cumi, lobster, pelagis besar, rajungan, udang, dan kepiting sudah over exploited.

WPP 713 meliputi Selat Makasar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali. Wilayah ini memiliki karakteristike perairan dangkal berkedalaman kurang dari 200 meter. Potensi tangkapan adalah 1.177.852 ton per tahun. Jenis ikan yang masih dalam status moderate adalah ikan karang,
Sedangkan jenis ikan pelagis besar dan pelagis kecil , sudah mencapai fully exploited, dan jenis ikan demersal, cumi, udang, lobster, kepiting, dan rajungan sudah over exploited.

WPP 714 meliputi Teluk Tolo dan laut Banda. Wilayah ini memiliki karakteristike perairan berkedalaman lebih dari 200 meter
Potensi tangkapan adalah 788.939 ton per tahun. Jenis ikan yang masih dalam status moderate adalah ikan karang. Sedangkan jenis udang, lobster, pelagis besar, pelagis kecil, cumi-cumi, dan ikan demersal sudah mencapai fully exploited, sementara kepiting dan rajungan sudah over exploited.

WPP 715 meliputi Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, laut Seram dan Teluk Berau. Wilayah ini memiliki karakteristike perairan berkedalaman lebih dari 200 meter. Potensi tangkapan adalah 1.242.526 ton per tahun. Jenis ikan yang masih dalam status moderate adalah ikan karang. Sedangkan jenis ikan ikan demersal sudah mencapai fully exploited, dan jenis ikan ikan pelagis besar, pelagis kecil, cumi-cumi, udang, lobster, kepiting, dan rajungan sudah over exploited.

WPP 716 meliputi laut Sulawesi dan Sebelah utara Pulau Halmahera. Wilayah ini memiliki karakteristike perairan berkedalaman lebih dari 200 meter. Potensi tangkapan adalah 597.139 ton per tahun….
Jenis ikan yang masih dalam status moderate adalah ikan demersal dan pelagis kecil. Sedangkan jenis ikan pelagis besar, udang, dan kepiting sudah mencapai fully exploited, dan jenis ikan karang, cumi-cumi, lobster, dan rajungan sudah over exploited.

WPP 717 meliputi perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik. Wilayah ini memiliki karakteristike perairan berkedalaman lebih dari 200 meter. Potensi tangkapan adalah 1.054.695 ton per tahun….
Jenis ikan yang masih dalam status moderate adalah ikan demersal dan udang. Sedangkan jenis ikan karang, cumi-cumi, pelagis kecil, pelagis besar dan kepiting sudah mencapai fully exploited, Sementara jenis ikan lobster dan rajungan sudah over exploited.

WPP 718 meliputi laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor Bagian Timur. Wilayah ini memiliki karakteristike perairan dangkal dengan kedalaman perairan kurang dari 200 meter. Potensi tangkapan adalah 2.110.053 ton per tahun. Jenis ikan yang masih dalam status moderate adalah ikan karang dan rajungan. Sedangkan jenis ikan cumi-cumi, pelagis kecil, pelagis besar, dan kepiting sudah mencapai fully exploited, dan jenis ikan demersal, lobster, dan udang sudah over exploited.

Itulah sebaran potensi sumberdaya ikan di WPP Indonesia untuk tiap jenis-jenis ikan di Wilayah Pengrlolaan Perikanan Republik Indonesia yang bersumber dari. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan , Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Tahun 2016.

Sumber Peta sebaran potensi: https://kkp.go.id/artikel/1185-faq-kebijakan-perikanan-di-indonesia
Sumber Peta WPP-RI : Permen-KP Nomor 18 tahun 2014 Tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan republik Indonesia
Sumber angka potensi : https://darilaut.id/berita/ini-potensi-di-11-wilayah-pengelolaan-perikanan

CIRI-CIRI GEROMBOLAN IKAN DI LAUT

Visits: 459

Materi ciri-ciri gerombolan ikan di laut dapat dilihat melalui aplikasi : Belajar NKPI.

Atau dapat dilihat di channel Youtube: Yusepchannel33

Ciri-ciri gerombolan ikan di laut wajib diketahui oleh nelayan. Ada banyak spesies ikan yang hidup di lautan.  Dan spesies ikan ini memiliki karakteristik yang beragam. Ada spesies endemic, dimana hanya hidup di suatu daerah tertentu, dan tidak ditemukan di tempat lain, dan ada juga spesies ikan yang dapat ditemukan di banyak perairan di dunia.

Spesies-spesies ikan yang ditemukan di banyak perairan di dunia biasanya adalah ikan-ikan pelagis yang memiliki kemampuan bermigrasi jarak jauh. Ikan pelagis adalah ikan yang habitat hidupnya adalah di kolom perairan bagian tengah hingga ke permukaan. Contoh ikan pelagis adalah tongkol, cakalang, kembung, tuna, marlin, teri, selar, bentong, dsb. Sedangkan ikan yang habitat hidupnya di dasar perairan disebut dengan ikan demersal, contohnya adalah kerapu, kakap, karang gigi, buntal, ikan sebelah dan lain-lain. Ciri Fisik yang mudah dilihat pada ikan demersal biasanya adalah bahwa ikan-ikan ini memiliki bentuk yang unik-unik dan memiliki warna-warna beragam. Berbeda dengan ciri fisIk ikan pelagis yang hamper semua bentuknya adalah bulat lonjong seperti torpedo, berwarna seragam mengikuti warna air dan biasanya hidup secara bergerombol. Dan gerombolan-gerombolan ikan ini, yang dalam Bahasa inggris disebut dengan fish schooling, seringkali muncul atau terlihat di permukaan air. Dan ini menandakan ciri-ciri gerombolan ikan di laut.

Bagi para nelayan, menemukan fish schooling atau gerombolan ikan-ikan pelagis merupakan berkah. Karena hamper dapat dipastikan bahwa mereka akan memperoleh hasil dalam menangkap ikan. Bukan hanya nelayan saja yang gembira jika menemukan gerombolan ikan di tengah laut. Para pemancing pun akan antusias jika melihat gerombolan ikan ini, dan mereka akan segera menurunkan alat pancingnya. Lalu bagaimana ciri-ciri gerombolan ikan di laut berdasarkan pengamatan Fisik di permukaan laut? Berikut adalah ciri-cirinya..

Yang pertama adalah terlihatnya warna gelap di permukaan air yang berbeda dengan warna air di sekelilingnya. Semakin besar warna gelapnya, maka dapat dipastikan bahwa gerombolan ikan atau fish schooling tersebut makin besar. Dan gerombolan ikan ini tidak hanya ada di tengah lautan, terkadang gerombolan ikan ini berada dekat sekali dengan pantai. Silahkan simak video berikut ini..

Tanda yang kedua bahwa di dalam air tersebut ada gerombolan ikan pelagis adalah adanya ikan lumba-lumba yang berenang tak beraturan. Adanya banyak lumba-lumba yang bergerak kesana kemari dengan gesit menandakan bahwa ikan lumba-lumba tersebut sedang pesta makan. Sudah dipastikan bahwa didalam air, terdapat gerombolan ikan pelagis kecil seperti tongkol, selar, bentong, atau ikan kembung. yang menjadi sumber makanan ikan lumba-lumba tersebut.

Perlu diperhatikan, bahwa memang setiap waktu jika kita berlayar, atau berada di tengah laut sering melihat lumba-lumba yang berenang. Jika lumba-lumba tersebut hanya berenang dalam satu arah, maka lumba-lumba tersebut tidak sedang pesta makan, mereka hanya sedang berenang berpindah tempat. Tapi jika lumba-lumba tersebut berenang dengan gesit dan berada tidak berpindah tempat dari satu area tertentu, maka mereka sedang pesta makan…Dipastikan ada gerombolan ikan di daerah tersebut.

Tanda yang ketiga yang merupakan petunjuk adanya gerombolan ikan pelagis adalah adanya banyak burung yang menyambar ke permukaan air dan ikan-ikan yang berloncatan ke atas permukaan air. Sama seperti prilaku lumba-lumba, sambaran burung ke permukaan air menunjukkan bahwa burung-burung tersebut sedang melakukan pesta makan. Ikan-ikan yang berloncatan ke atas permukaan air menunjukkan bahwa mereka sedang berusaha meloloskan diri karena diburu baik oleh burung-burung tersebut maupun ikan pelagis lain yang lebih besar, contoh marlin, tuna atau cakalang. Seperti yang terlihat di video ini.

Ketiga ciri tersebut tidak harus terlihat secara berbarengan. Ada kalanya hanya terlihat burung-burung saja, atau lumba-lumba saja, atau bahkan hanya warna air yang gelap saja. Dan umumnya, setiap gerombolan ikan yang terlihat merupakan gerombolan ikan suatu spesies tertentu.  Misal gerombolan ikan tongkol, gerombolan ikan kembung dan lain-lain. Dan tentu saja, para nelayan akan mendekat ke daerah-daerah tersebut untuk melakukan operasi penangkapan ikan, baik dengan menggunakan jaring maupun pancing.

Berikut adalah gambaran operasi menangkap ikan dengan alat tangkap pancing yang dilakukan dan ikan hasil tangkapannya ketika kapal nelayan berada tepat di daerah gerombolan ikan. klik videonya disini.

perbandingan Peraturan benih lobster 3 menteri kkp

Visits: 349

Perbandingan peraturan benih lobster 3 mentri KKP versi video dapat dilihat di channel youtube: yusepchannel33

Lobster merupakan komoditas perikanan yang dapat memberikan devisa untuk negara baik dari sejak berukuran kecil, maupun sudah berukuran dewasa. Ada banyak spesies lobster yang menjadi permintaan pasar dunia untuk dikonsumsi, dan masing-masing memiliki harga yang berbeda-beda. Indonesia adalah negara kepulauan dimana terdapat banyak habitat lobster yang menjadi sumber ekspor. Bukan hanya lobster dewasa, namun benih lobster pun merupakan komoditas yang potensial untuk diperjualbelikan.

Atas dasar keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam, Mentri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengeluarkan peraturan dimana penangkapan dan ekspor benih lobster keluar negeri dilarang. Bukan hanya penangkapan dan ekspor benih, bahkan jual beli benih lobster untuk budidaya dalam negeri pun dilarang dilakukan, sehingga tidak ada yang dapat melakukan budidaya lobster.

Setelah Susi Pudjiastuti tidak menjabat sebagai menteri, dan digantikan oleh Edhy Prabowo, peraturan tersebut direvisi dengan peraturan baru yang isinya memperbolehkan ekspor benih lobster walau dengan syarat tertentu. Demikian pula dengan budidaya lobster, Edhy Prabowo memperbolehkan budidaya lobster walau dengan syarat harus
berada di propinsi yang sama dengan lokasi benihnya.

Akan tetapi, Edhy Prabowo tertangkap KPK karena terkait kasus suap ekspor benih lobster. Berdasarkan pemberitaan, kasus suap ini dianggap buah dari peraturan yang dibuatnya mengenai kebijakan ekspor benih lobster ini.

Pengganti Edhy Prabowo adalah Wahyu Sakti Trenggono. Di era ini, kembali, ekspor benih lobster dilarang, namun didorong untuk dilakukan pengembangan budidaya lobster.
Sehingga lalu lintas benih lobster ke tempat-empat budidaya boleh dilakukan selama berada di dalam wilayah dalam negeri.
Pada era mentri Wahyu Sakti trenggono ini pula, istilah benih lobster mulai dicantumkan pada peraturan yang dibuatnya.

Agar lebih jelas, berikut ini adalah perbandingan peraturan benih lobster 3 menteri KKP di masing-masing era, yairu Susi udjiastuti, Edhy Prabowo, dan Wahyu Sakti Trenggono. Atas dasar peraturan terbaru, maka akhirnya ekspor benih lobster dilarang, dan hanya boleh diperdagangkan untuk kepentingan budidaya di dalam negeri.

Klik disini untuk download seluruh peraturan terkait benih lobster dari 3 menteri KKP.

Lalu bagaimanakah benih lobster yang dimaksud dalam peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 tahun 2021? Klik disini untuk melihat video benih lobster yang dilarang di ekspor dari jarak dekat melalui kamera dalam air.

OPTIMASI JUMLAH KAPAL PENANGKAP IKAN BERBASIS POTENSI LESTARI SUMBER DAYA IKAN

Visits: 20

Optimasi jumlah kapal penangkap ikan berbasis potensi lestari sumberdaya ikan adalah judul jurnal saya yang saya submit di jurnal wave milik BPPT atau Badan pengkajian dan Penerapan Teknologi. Berikut adalah abstraknya, atau dapat dilihat versi video-nya di channel youtube: Yusepchannel33

Trend produksi ikan tahun 2016 di PPS Bungus yang terletak di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat meningkat dalam kurun waktu 2007-2015. Hasil tangkapan tertinggi adalah di tahun 2015 sebanyak 5.025,59 ton. Akan tetapi kecenderungan peningkatan produksi tangkapan ini tidak menyebabkan peningkatan pada nilai tangkapannya. Nilai produksi per ton justru memperlihatkan trendpenurunan. Pada tahun 2015, nilai produksi ikan per ton adalah Rp. 60.118.000. Nilai produksi ini sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai produksi pada tahun 2012 sebesar Rp. 89.645.000 per ton dengan hasil tangkapan sebanyak 4.155,9 ton. Penurunan nilai produksi ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah tangkapan meningkat namun mutu ikan yang dalam hal ini adalah ukuran ikan yang ditangkap justru semakin mengecil. Ini menandakan bahwa terdapat dugaan bahwa perairan Sumatera Barat tersebut telah terlalu banyak dieksploitasi sehingga menimbulkan kelangkaan sumber dayaikan tersebut. Untuk menghindari kelangkaan sumerdaya tersebut, maka perlu pengendalian jumlah kapal penangkap ikan. Untuk menentukan jumlah kapal ikan, langkah pertama adalah menentukan jumlah potensi lestari sumber daya ikan (Maximum Sustainable Yield). Potensi lestari sumber dayaikan dihitung dengan menggunakan metode surplus produksi. Jumlah kapal ikan dihitung dengan metode optimasi dengan kendala asli adalah jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dan kendala sasaran adalah jumlah tangkapan masing-masing tipe kapal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi overfishing di perairan Sumatera Barat sebanyak 2.011,27 ton dari jumlah yang seharusnya diperbolehkan yaitu 3.013,82 ton. Jumlah kapal ikan yang diperbolehkan adalah 31 unit kapal longline dan 146 unit kapal purse seine.

Artikel ini merupakan abstrak jurnal yang telah dibuat oleh Yusep Sugianto dan telah diterbitkan di JURNAL WAVE BPPT. Atau silahkan klik disini untuk langsung download artikel ilmiah OPTIMASI JUMLAH KAPAL PENANGKAP IKAN BERBASIS POTENSI LESTARI SUMBER DAYA IKAN

Tesis Saya : Desain Konseptual Pelabuhan Perikanan Terapung

Visits: 21

Hai…barangkali ada teman-teman atau para pembaca yang ingin membaca mengenai tesis saya yang berjudul “Desain Konseptual Pelabuhan Perikanan Terapung: Studi Kasus Perairan Lepas Pantai Sumatera Barat”. Anda dapat .

Berikut adalah abstraknya:

Kecenderungan penurunan nilai tangkapan per ton setiap tahun mengindikasikan bahwa ada penurunan ukuran ikan hasil tangkapan sehingga harga jual ikan mengalami penurunan. Dengan harga jual ikan yang lebih kecil karena ukuran ikan yang semakin kecil, maka jumlah pendapatan yang diterima oleh kapal ikan akan mengalami penurunan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kapal ikan yang terkonsentrasi hanya di tempat-tempat tertentu. Untuk meningkatkan nilai tangkapan per ton, kapal ikan harus mencari daerah penangkapan baru yang lebih jauh dari pelabuhan pangkalan. Akan tetapi semakin jauh jarak daerah penangkapan dari pelabuhan pangkalan maka biaya operasi penangkapan ikan menjadi semakin meningkat. Salah satu solusi untuk mengakomodasi kapal-kapal ikan agar mampu beroperasi lebih jauh, adalah dengan cara membuat pelabuhan perikanan yang terapung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi perikanan di perairan Sumatera barat, pola operasi dan menghitung ukuran minimum pelabuhan perikanan terapung.

Potensi sumberdaya ikan dihitung dengan menggunakan metode surplus produksi. Data yang digunakan adalah data time series jumlah tangkapan ikan, jumlah kapal penangkap ikan, dan jumlah upaya penangkapan ikan. Untuk mengetahui kondisi perikanan di perairan Sumatera Barat, hasil perhitungan pada metode surplus produksi dibuat grafik Maximum Sustainable Yield (MSY). Penelitian dilanjutkan dengan metode optimasi untuk mendapatkan jumlah tangkapan ikan maksimum masing-masing tipe kapal ikan dan jumlah kapal maksimum tiap tipe kapal ikan. Hasil optimasi jumlah kapal ikan digunakan bersama dengan panduan dari FAO mengenai pembangunan fasilitas pelabuhan perikanan untuk menghitung kapasitas setiap fasilitas yang akan disediakan oleh pelabuhan perikanan terapung. Total kapasitas fasilitas pelabuhan perikanan terapung selanjutnya digunakan untuk menghitung ukuran pelabuhan perikanan terapung.

Jumlah ikan pelagis yang boleh ditangkap adalah sebanyak 3.025,78 ton per tahun. Jumlah tangkapan ikan maksimum untuk kapal tipe longline adalah 1.004,7 ton dan kapal tipe purse seine adalah 2.019,96 ton. Pelabuhan perikanan terapung dibangun untuk melayani jumlah optimal kapal ikan sebanyak 31 unit kapal longline dan 146 unit kapal purse seine. Untuk memindahkan ikan dari pelabuhan ikan terapung ke daratan, digunakan 3 unit kapal pengangkut berukuran 78 GT. Pelabuhan perikanan terapung berbentuk ponton dan memiliki panjang keseluruhan (LOA) 82,41 meter, lebar (B) 16,48 meter, dan tinggi 5,89 meter dengan estimasi biaya pembangunan sebesar Rp. 43.182.536.474,00.

Pengelolaan SDA Maritim Renewable dan Non-Renewable Agar Tidak Terjadi Tragedy of Commons

Visits: 15

Tragedy of Commons atau “tragedi atas kepemilikan bersama” merupakan suatu kondisi ketidakbahagiaan kelompok manusia karena lahan yang biasanya mereka manfaatkan untuk hidup, dalam hal ini sumber daya alam, sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhannya. Dikatakan tragedy karena kesedihan atau ketidakbahagiaan kelompok manusia tersebut terjadi karena ulahnya sendiri dalam memanfaatkan SDA. Tragedy of commons berkaitan erat dengan carrying capacity sumberdaya alam, jumlah populasi, modal kapital, teknologi, serta pasar yang tidak lain merupakan faktor-faktor produksi.

 Carrying capacity berarti kemampuan sumberdaya alam dalam memenuhi kebutuhan manusia. Tragedy terjadi ketika carrying capacity SDA sudah mencapai titik maksimum dalam melayani kebutuhan manusia sehigga terjadi deminishing return. Jumlah populasi berarti jumlah manusia atau kelompok manusia yang ikut bersama-sama memanfaatkan SDA tersebut. Tragedy terjadi misalnya ketika jumlah populasi yang memanfaatkan SDA yang terbatas tersebut terlalu banyak sehingga hasil yang diperoleh tidak memenuhi kebutuhannya atau yang diharapkannya. Modal kapital adalah jumlah uang yang dikeluarkan sebagai biaya memanfaatkan SDA tersebut. Contoh tragedy akibat kapital terjadi ketika kapital yang dikeluarkan sangat besar namun hasil yang diperoleh jauh lebih kecil, atau dapat pula terjadi ketika kelompok yang memiliki kapital besar mengancam kelangsungan hidup kelompok bermodal kecil Teknologi merupakan cara/alat yang digunakan untuk memanfaatkan SDA tersebut. Contoh tragedy akibat teknologi terjadi ketika teknologi yang digunakan justru merusak atu menghancurkan lahan SDA tersebut sehingga biasanya menimbulkan dampak kerusakan lingkungan. Pasar merupakan tempat terjadinya transaksi. Tragedy terjadi ketika misalnya jumlah SDA yang ada di pasar sangat besar sehingga tidak memiliki nilai atau nilainya sangat kecil. Kecilnya harga ini membuat SDA yang dieksploitasi menjadi sia-sia.

 Oleh karena itu, pengelolaan SDA maritim berarti adalah pengelolaan dan pengendalian atas seluruh faktor-faktor produksi yang berpotensi menimbulkan tragedi.

Faktor Produksi

Bentuk Pengelolaan dan Pengendalian

Sumberdaya Alam Membuat aturan yang membatasi jumlah SDA yang diekstraksi
Populasi/perusahaan Menentukan jumlah peserta yang mengeksploitasi SDA
Kapital Menyediakan bantuan/subsidi kepada peserta yang memiliki modal sedikit untuk melakukan eksploitasi. Atau dapat juga dengan cara ekslusifitas, yaitu mengkhususkan lahan tersebut dekstraksi oleh kelompok-kelompok bermodal kecil
Teknologi Membuat aturan yang mengharuskan teknologi yang digunakan tidak merusak lingkungan. Atau menciptakan sumber-sumber alternatif sebagai pengganti SDA
Pasar Membuat kebijakan atas kestabilan harga

 Contoh eksplorasi SDA Maritim dengan pendekatan teori ekonomi mikro

Dari sisi demand atau permintaan, minyak bumi tidak hanya dibutuhkan oleh tumah tangga saja, namun juga oleh transportsai, industri, dan kegiatan komersial yang lain. Begitu pentingnya sumber energi minyk ini, membuat pelaku-pelaku ekonomi sangat bergantung terhadap keberadaan minyak bumi tersebut.  Ketergantungan dan kebutuhan minyak bumi ditangkap oleh negara-negara yang kaya akan sumber daya minyak bumi sebagai peluang untuk menciptakan supply dengan cara melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya minyak di wilayah terirorialnya. Persediaan serta permintaan SDA yang ada akan menciptakan pasar dimana harga jual beli minyak ditentukan. Berhubung minyak merupakan SDA yang non-renewable, maka pada suatu saat akan ada keadaan dimana terjadi kelangkaan energi yang menyebabkan harga minyak tidak lagi sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme supply and demand, namun ditentukan oleh persediaan stok yang ada (monopoli) yang menyebabkan harga minyak menjadi sangat tinggi. Berikut adalah diagram mekanisme supply and demand pada pasar sumber daya energi tak terbarukan.

 Peran pemerintah dalam mengendalikan pasar SDA maritim

 Pemerintah ikut serta dalam kegiatan perekonomian dalam rangka untuk menanggulangi kegagalan pasar. Kegagalan pasar terjadi ketika mekanisme harga yang terbentuk di pasar gagal dalam memperhitungkan biaya maupun manfaat dari SDA, baik untuk yang menyediakan maupun yang mengkonsumsinya. Bentuk-bentuk kegagalan pasar adalah seperti monopoli dan eksternalitas yang merugikan.

 Agar tidak terjadi kegagalan pasar, maka pemerintah melakukan intervensi terhadap mekanisme pasar SDA. Bentuk intervensi pemerintah bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Intervensi langsung adalah dengan menentukan harga minimum atau maksimum untuk harga SDA. Contohnya adalah penentuan harga jual Bahan Bakar Minyak. Intervensi tidak langsung adalah dengan cara memberikan subsidi atau menetapkan tarif pajak impor maupun ekspor SDA. Subsidi diberikan kepada pelaku-pelaku ekonomi yang baru berkembang untuk menekan biaya produksi agar mampu bersaing. Contohnya adalah pemberian subsidi harga bahan bakar minyak untuk para nelayan, sehingga para nelayan mampu melaut dengan biaya operasional yang tidak terlalu besar. Sementara itu, tarif pajak diberlakukan dengan tujuan untuk melindungi            produsen dalam negeri. Contohnya adalah penetapan tarif pajak impor produk-produk perikanan dengan tujuan agara konsumen dalam negeri membeli produk perikanan dalam negeri dengan harga yang lebih murah.

 Intervensi pemerintah selain tersebut diatas, dapat juga dilakukan intervensi pemerintah dalam rangka menciptakan iklim pasar domestik yang baik, yaitu dengan cara membuat peraturan-peraturan dan menciptakan hak ekslusifitas. Contoh intervensi pemerintah dalam kebijakan peraturan adalah menetapkan peraturan mengenai jumlah tangkapan maksimum yang diperbolehkan oleh suatu perusahaan penangkapan ikan. Tujuannya adalah untuk melindungi dan mengatur ketersediaan stok agar tidak terjadi kelangkaan ikan yang menyebabkan kegagalan pasar. Sedangkan contoh hak ekslusifitas adalah dengan cara menetapkan Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia (WPPI) dan Jalur Penangkapan Ikan (JPI). WPPI dan JPI pada prinsipnya menetapkan daerah-daerah penangkapan ikan yang diperbolehkan menurut ukuran kapal dan alat tangkap tertentu. Sehingga kapal-kapal berskala industri tidak melakukan penangkapan di jalur penagkapan untuk  nelayan kecil. Tujuannya adalah agar ketersediaan ikan untuk masyarakat kecil selalu tersedia dengan harga yang wajar.